Tuesday, December 3, 2013
Enteng benar Ummu Salamah menjawab pertanyaan Anas bin
Malik. Khadam Rasulullah SAW ini diam-diam mengamati sebuah kebiasaan Sang
Rasul yang rada berbeda ketika beliau menemui Ummu Salamah dan ketika beliau
menemui Aisyah.
Rasulullah SAW selalu secara langsung dan refleks mencium
Aisyah setiap kali menemuinya, termasuk di bulan Ramadhan. Tapi tidak begitu
kebiasaan beliau saat bertemu Ummu Salamah. Nah, kebiasaan itulah yang
ditanyakan Anas bin Malik kepada Ummu Salamah, yang kemudian dijawab begini:
”Rasulullah SAW tidak dapat menahan diri ketika melihat Aisyah.”
Jawabannya cuma begitu. Penjelasannya sesederhana itu.
Datar. Yah, datar saja. Seperti hendak menyatakan sebuah fakta tanpa pretensi.
Sebuah fakta yang diterima sebagai suatu kewajaran tanpa syarat. Tanpa
penjelasan.
Sudah begitu keadaannya, kenapa tidak? Atau apa yang salah
dengan fakta itu? Apa yang harus dicomplain dari kebiasaan itu?
Itu sama
sekali tidak berhubungan dengan harga diri yang harus membuat ia marah. Atau
menjadi keberatan yang melahirkan cemburu. Mati rasakah ia? Hah?? Tapi siapa
berani bilang begitu?
Terlalu
banyak masalah kecil yang menyedot energi kita. Termasuk banyak pertengkaran
dalam keluarga. Sebab kita tidak punya agenda-agenda besar dalam hidup. Atau
punya tapi fokus kita tidak ke situ. Jadi kaidahnya sederhana: kalau energi
kita tidak digunakan untuk kerja-kerja besar, maka perhatian kita segera
tercurah kepada masalah-masalah kecil.
Karena
mereka punya agenda besar dalam hidup, maka mereka tidak membiarkan energi
mereka terkuras oleh pertengkaran-pertengkaran kecil, kecuali untuk semacam
”pelepasan emosi” yang wajar dan berguna untuk kesehatan mental.
Kehidupan
mereka berpusat pada penuntasan misi kenabian di mana mereka menjadi bagian dari
tim kehidupan Sang Nabi. Jadi masalah kecil begini lewat begitu saja. Tanpa
punya bekas yang mengganggu mereka. Fokus mereka pada misi besar itu telah
memberi mereka toleransi yang teramat luas untuk membiarkan masalah-masalah
kecil berlalu dengan santai.
Fokus pada
misi besar itu dimungkinkan oleh karena sejak awal akad kebersamaan mereka
adalah janji amal. Sebuah komitmen kerja. Bukan sebuah romansa kosong dan
rapuh. Mereka selalu mengukur keberhasilan mereka pada kinerja dan pertumbuhan
kolektif mereka yang berkesinambungan sebagai sebuah tim.
Persoalan-persoalan
mereka tidak terletak di dalam, tapi di luar. Mereka bergerak bersama dari
dalam ke luar. Seperti sebuah sungai yang mengalir menuju muara besar:
masyarakat. Mereka adalah sekumpulan riak yang menyatu membentuk gelombang,
lalu misi kenabian datang bagai angin yang meniup gelombang itu: maka jadilah
mereka badai kebajikan dalam sejarah kemanusiaan.
Cinta
memenuhi rongga dada mereka.
Dan semua
kesederhanaan, bahkan kadang kepapaan, dalam hidup mereka tidak pernah sanggup
mengganggu laju aliran sungai mereka menuju muara masyarakat.
Mereka
bergerak. Terus bergerak. Dan terus bergerak.
Dan romansa
cinta mereka tumbuh kembang di sepanjang jalan perjuangan itu.
Sumber:
Serial Cinta Anis Matta
di Majalah Tarbawi
Posted on Tuesday, December 03, 2013 by Akhdan Mumtaz
Monday, December 2, 2013
Jadi mari kita berhenti sejenak disini
! Kita memerlukan saat-saat itu; saat dimana kita melepaskan kepenatan yang
mengurangi ketajaman hati, saat dimana kita membebaskan diri dari rutinitas
yang mengurangi kepekaan spiritual, saat dimana kita melepaskan sejenak beban
dakwah selama ini kita pikul yang mungkin menguras stamina kita. Kita
memerlukan saat-saat seperti itu karena kita perlu membuka kembali peta
perjalanan dakwah kita; melihat-lihat jauhnya jarak yang telah kita dan sisa
perjalanan yang masih harus kita lalui; menengok kembali hasil-hasil yang telah
kita raih; meneliti rintangan yang mungkin menghambat laju pertumbuhan dakwah
kita; memandang ke alam sekitar karena banyak aspek dari lingkungan strategis
kita telah berubah.
Orang-orang yang mengurus dunia
mungkin menyebutnya penghentian. Tapi sahabat-sahabat Rasulullah Saw menyebutnya
majelis iman. Sebagai Ibnu Mas’ud berkata, “Duduklah bersama kami, biar kita
beriman sejenak”. Hal yang menjadi kebutuhan setidaknya untuk dua hal. Pertama,
untuk memantau keseimbangan antara berbagai perubahan pada lingkungan strategis
dengan kondisi internal dakwah serta laju pertumbuhannya. Tujuannya tak lain
agar kita memperbaharui dan mempertajam orientasi kita; melakukan penyelarasan
dan penyeimbangan berkesinambungan antara kapasitas internal dakwah, peluang
yang disediakan lingkungan eksternal dan target-target yang dapat kita raih.
Kedua, untuk mengisi ulang hati kita
dengan energi baru sekaligus membersihkan debu-debu yang melekat padanya selama
menapaki jalan dakwah. Yang ingin kita raih adalah memperbaharui dan komitmen
dan janji setia kita kepada Allah Swt. Bahwa kita akan tetap teguh memegang
janji itu; bahwa kita akan tetap setia memikul beban amanat dakwah ini; bahwa
kita akan tetap tegar menghadapi semua tantangan; bahwa yang kita harap dari
semua ini hanyalah ridha-Nya. Hari-hari panjang, yang kita lalui bersama dakwah
ini menguras seluruh energy jiwa yang kita miliki, maka majelis iman adalah
tempat kita berhenti sejenak untuk mengisi hati dengan energi yang tercipta
dari kesadaran baru, semangat baru, tekad baru, harapan baru, dan keberanian
baru. (AM)
Maka dengan ini kita paham, tidak ada
penghentian yang semu dengan dalih melepas lelah, melepas jenuh dijalan ini.
Dakwah tidak pernah mengenal istilah cuti, off, atau pun pensiun. Yang ada
adalah kita sejenak memindahkannya menjadi aktivitas lain. Aktivitas lain itu
pun masih dalam kerangka Majelis Iman. Bukankah firman-Nya berbunyi, “Apabila
telah selesai suatu urusan maka beralihlah ke urusan yang lain”. Maka sejatinya
istirahat hanyalah berpindahnya kita dari satu urusan menuju urusan yang lain. Dan
istirahat hakiki itu hanya ada di syurga-Nya Allah Swt, sebaik-baik tempat
beristirahat.
Ya,
berhenti sejenak untuk sebuah loncatan semangat yang luar biasa. Dan semua
karena Allah, karena Allah, karena Allah Swt.
Yk.28.11.2013
Idzkhir
al-Mu’adz
Posted on Monday, December 02, 2013 by Akhdan Mumtaz
Wednesday, November 20, 2013
Selasa, 19 November 2013. Apa yang berbeda dari
hari ini di UGM? Tidak lain karena hari ini adalah periode wisuda terakhir di
tahun 2013 disini, Wisuda November J. Alhamdulillah,
beberapa sahabat disini meraih toga wisuda itu di hari ini. Diantaranya :
Sahabat seperjuangan di Super Team Biro Khusus Kaderisasi KMT X4
Mereka adalah Tito Rizal Prabowo dan Umi Kulsum Maharani Priandini. Gratuliere! Untuk tim ini saya hanya berekspresi bahwa Kita memang beda dari yang lain. Dari 5 orang di tim ini, justru yang pertama meraih toga wisuda itu adalah Nur Rochman Nabawi. Padahal beliau berasal dari Jurusan Teknik Geologi yang terkenal “sangat penuh keras” perjuangan untuk LULUS-nya. Tapi mungkin itulah yang justru jadi pelecut bagi beliau untuk menjadi yang berbeda. Kalian memang Super. Sampai hari ini saya masih bangga membersamai kalian di Tim BKK KMT X4.
Sahabat seperjuangan di Super Team Biro Khusus Kaderisasi KMT X4
Mereka adalah Tito Rizal Prabowo dan Umi Kulsum Maharani Priandini. Gratuliere! Untuk tim ini saya hanya berekspresi bahwa Kita memang beda dari yang lain. Dari 5 orang di tim ini, justru yang pertama meraih toga wisuda itu adalah Nur Rochman Nabawi. Padahal beliau berasal dari Jurusan Teknik Geologi yang terkenal “sangat penuh keras” perjuangan untuk LULUS-nya. Tapi mungkin itulah yang justru jadi pelecut bagi beliau untuk menjadi yang berbeda. Kalian memang Super. Sampai hari ini saya masih bangga membersamai kalian di Tim BKK KMT X4.
Mohon do’anya untuk kami (Saya, Fajli, Cecep, Mbak Tanti, Lina, Dhita, Uti, dan PH KMT yang lain) yang masih berjuang meraih toga wisuda itu.
2. Sahabat
seperjuangan di SKI JTMI UGM
Lebih tepatnya saat saya diamanahkan disana
sebagai Ketua Panitia acara Ramadhan terakhir yang pernah ada di Jurusan Teknik
Mesin dan Industri, RAMEIN “Ramadhan Mesin Industri”. Teman seperjuangan yang
wisuda pada hari ini adalah Jihad Mujahidin Mahmud, Widhi Yoga Saryanto, Satrio
Nugroho, Budi Anggoro (Budi Fordistek-read), Fanny Purwati, Ima Nurmala, Nila
Khusnika Sari. Super sekali. Ternyata akhirnya kalian bisa meraih toga wisuda
itu di periode terakhir di tahun 2013 ini. Bangga pernah membersamai
teman-teman dulu di SKI JTMI. Jargon kita dulu saat Ramadhan tentang Jurusan
Teknik Makin Islami itu tetap keren kedengarannya untuk diucapkan.
3
3. Rekan Seperjuangan
di PKP AAI Teknik UGM
Rekan yang saya dan teman-teman pernah gelari “Mas’ul
Lembaga terbaik di tahun 2012” meskipun AAI sebenarnya bukan lembaga. Beliau adalah
Muhammad Arief Ariyanto. Masih ingat bagaimana berkorbannya Arief untuk tidak
KKN lebih dulu saat menjadi Koordinator PKP AAI Teknik sedangkan kami justru
lebih dulu KKN. Ya, Arief membuktikan lebih dulu atau tidaknya KKN bukan jadi
indikator meraih toga wisuda lebih dulu atau lebih akhir J.
You Prove It Bro. Das ist Super!
Mohon do’anya Pak Koord untuk kami pejuang PKP AAI
Teknik yang masih berjuang untuk segera meraih toga wisuda itu (Saya, Nugraha, Wimas, Hardy, Bayu, Ema, Feni, Umiyati, dkk).
S4. Saudara
seperjuangan di LP Insani Yogyakarta
Tidak lain dua orang yang penuh dengan impian
Indonesia masa depan, yakni Ahmad Fikry Mubarok dan Rendy Adriyan Diningrat. Ya,
bersama kalian kita sama-sama mengeja dan menganalisis permasalahan umat dan
bangsa ini untuk sebuah solusi. Dan saat ini kalian lebih dulu berpindah ke
fase realita itu dengan raihan toga wisuda hari ini. Semoga tetap istiqomah
dengan segala peran kebermanfaatan itu. Mohon do’anya untuk segera menyusul ke
fase yang lebih besar itu bersama saudara-saudara Insani yang lain. Cerah, Slamet, dkk.
Dan masih banyak lagi memang beberapa rekan yang
meraih toga wisuda itu pada hari ini. Ahmad Faqih Mahalli, Didik Hari Purwanto,
Kamal Firmansyah, dkk. Selamat selamat dan selamat. Barakallah. Semoga ilmunya
memberi kebermanfaatan. Tidak hanya bagi diri kita pribadi tapi juga bagi
lingkungan kita.
Inspirasi Wisuda dari rekan-rekan hari ini semakin
menjadi lecutan api semangat untuk saatnya membagi fokusan pikiran ini secara tepat.
Ya, sampai saat ini memang hal inilah yang harus benar-benar dievaluasi. Beberapa
hal masih membuat pikiran dan fokusan ini tertuju pada amanah-amanah lain. Karena
bagaimana mungkin pikiran kita bisa nyaman mengejar setiap targetan-targetan
Tugas Akhir, ketika masih banyak masalah yang butuh diselesaikan. Ketika masih
banyak hal harus senantiasa kita pastikan. Ketika masih banyak hal yang harus
diampu secara baik dan berakhir dengan baik. Apalagi itu juga amanah yang harus
dipertanggungjawabkan disamping amanah Wisuda ini.
Maka tekad November ini haruslah jadi pijakan
loncatan menuju target yang selalu menjadi do’a bersama beberapa rekan-rekan
lain.
Februari Ceria..
Bismillah..
Insya Allah..
Allahu Akbar…
Yk.19.11.2013
*sejenak beralih dari simulasi dan g-code tugas
akhir
Idzkhir al-Mu’adz
Posted on Wednesday, November 20, 2013 by Akhdan Mumtaz
Friday, November 1, 2013
Begitu pun dakwah. Kita akan mengetahui
pahit manisnya dakwah dan daya tariknya dengan merasakannya lebih dalam. Kita
tidak akan tahu hanya dengan membaca, mendeskripsikannya tanpa ikut merasakan
langsung bahkan ikut lebih dalam. Ungkapan yang juga berlaku untuk kita yang
akan berkata jenuh dalam dakwah dan amanah.
Ketika kita berungkap jenuh bahwa sepertinya
yang kita lakukan stagnan tanpa ada pergeseran sedikit pun. Maka pastikan dulu
sejauh apakah totalitas kita untuk mengampu amanah itu. Karena sesungguhnya yang
menyebabkan apa yang kita lakukan itu stagnan tak bergerak adalah diri kita sendiri.
Bukankah seorang Muslim itu harus senantiasa bergerak. Karena seorang Muslim
itu berprinsip bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemaren.
Ketika kita berungkap jenuh karena
alasan bahwa sistem yang dijalankan salah dan akut. Maka pastikan dulu, sistem
yang kita jalankan sudah sejauh apa kita jalani. Sudah keseluruhan sistemnya
atau jangan-jangan kita baru menjalankan sebagian kecil dari sistem itu. Namun sudah
sangat yakin untuk berkesimpulan bahwa sistemnyalah yang salah.
Ketika kita berungkap jenuh karena
alasan bahwa sekarang bukan masanya memikirkan apa yang kita jalankan sekarang.
Sudah beda zaman. Sudah beda fase. Maka pastikan dulu, hal yang sekarang kita
jalankan itu sudah selesai sehingga pantas untuk beralih ke hal lain. Jangan-jangan
untuk fase yang kecil saja kita belum selesai sudah berbicara beralih ke fase
yang lebih besar.
Ya, JENUH? Bisa jadi kita hanya
mencari-cari alasan untuk sekedar meninggalkan dakwah dan amanah ini. Karena kita
belum menikmatinya. Karena kita masih menganggapnya beban. Karena menganggapnya
jebakan. Karena belum benar-benar tercelup total kedalamnya. Karena belum
benar-benar ikhlas karena-Nya.
Ya, JENUH? Siapakah yang lebih pantas
jenuh selain mereka yang telah menerjunkan dirinya kedalam dakwah dan amanah ini
lebih dahulu. Bukankah mereka secara kasat mata berkutak di hal yang sama
selama bertahun-tahun. Tidakkah Itu Jenuh? Tidakkah itu membosankan? Tidakkah
itu menjemukan? Tapi kita sangat tahu bagaimana mereka hingga hari ini. Bertahan
di hal yang sama.
Ya, JENUH? Bisa jadi…
Yk.1.11.2013
*renung Jumat
Didepan rak buku Andalusia
Idzkhir al-Mu’adz
Posted on Friday, November 01, 2013 by Akhdan Mumtaz
“kita semua sama, terpenjara
dalam kesendirian hanya saja,
ada yang terkurung di ruang gelap
tanpa cahaya,
sementara yang lain menghuni
kamar berjendela”
-Kahlil Gibran-
Ada dua prinsip yang selalu saya
pegang ketika mengampu amanah didalam sebuah organisasi. Prinsip yang sangat
saya pegang terutama untuk amanah yang berkaitan dengan bagaimana mengelola
banyak orang. Prinsi yang saya pegang entah apapun badai yang menerpa. Prinsip
yang saya pegang karena dulu itu dinasehatkan kepada saya ketika ada keraguan
untuk mengampu amanah. Lebih tepatnya ragu akan diri sendiri.
Prinsip
pertama, “Jangan pernah
marah kepada anggota-anggotamu seberapapun emosinya dirimu”. Berat? Mungkin
beberapa dari kita akan berpendapat sepeti itu. Namun, sejatinya ini hanya lah
standar sederhana seorang pemimpin. Karena menjadi seorang pemimpin berarti
menjadi seseorang yang paling luas kesabarannya. Bersabar kepada siapa?
Bersabar kepada mereka yang ia pimpin. Bahkan batas kesabaran minimal seorang
pemimpin itu adalah sebanyak anggota yang dipimpin. Apabila kita menjadi
pemimpin untuk lima orang. Maka kita harus bersabar untuk lima orang itu. Bayangkan?
Untuk seorang pemimpin negara bahkan dunia? Kesabarannya haruslah sebanyak
rakyat yang dipimpinnya.
Maka prinsip inilah yang selalu saya
pegang. Prinsip ketika banyak hal dan masalah terjadi oleh anggota-anggota. Dari
hal yang mungkin bagi sebagian orang berkata bahwa memang patut untuk marah
atau hal yang patut membuat kita mengernyitkan dahi tanda tak percaya. Marah?
Emosi? Ya Rab, betapa sering terlintas di pikiran ini untuk kemudian
menumpahkan kemarahan. Yang mungkin dapat dikuatkan dengan dalih bahwa sudah
sepantasnya seorang pemimpin untuk marah sebagai cara untuk mengingatkan
anggotanya. Tapi, apakah semua selesai dengan kita marah dan menumpahkan emosi
sesaat? Sungguh bagi saya itu sangatlah tidak bijak.
Ya, dengan prinsip ini, beberapa dari
kita mungkin memberikan pendapat bahwa sebagai pemimpin kita tidak apa satu
waktu untuk marah. Bukankah marah wujud kita mengingatkan dan sayang. Maka bagi
saya, itu mungkin benar tapi bukankah ada wujud lain yang lebih tepat.
Prinsip
kedua, “Jangan pernah mengeluh
didepan anggotamu. Karena apabila seorang pemimpin sudah mengeluh, apa jadinya
anggotamu”. Ya, mengeluh adalah hal yang paling lumrah untuk setiap diri kita lakukan.
Apalagi bagi seorang pemimpin. Apabila kita bertanya kepada seorang pemimpin
apa impian mereka, target-target mereka, maka saya yakin mereka semua punya
itu. Jika seorang pemimpin tidak punya impian dan target itu, maka tidaklah
pantas dia menjadi pemimpin.
Namun, bagaimanakah seorang pemimpin
merealisasikan setiap impian & target? Tidak lain melalui anggota-anggota
yang berjuang bersama dengan dirinya. Maka disinilah dilematis seorang
pemimpin. Bisa jadi impian itu tinggi namun anggota-anggotanya belum siap dan
mampu meraihnya. Lalu apa yang seorang pemimpin lakukan? Mengeluh? Atau
menumpahkan keluhan itu diiringi rasa sesal dan marah?
Bagi saya, disinilah seorang pemimpin
akan berdamai dengan dirinya dan target-targetnya. Kalimat yang selalu saya
sampaikan untuk kondisi ini adalah
“Ingin rasa mengajak mereka berlari,
Namun bagaimana mungkin engkau berlari sedangkan mereka masih merangkak,
berjalan bahkan butuh dituntun dan didampingi”
Ya, itulah bentuk seorang pemimpin berdamai dengan
dirinya, berdamai dengan cita-citanya, berdamai dengan impiannya.
Sehingga
apa jadinya jika seorang pemimpin itu mengeluh. Mengeluh didepan
anggota-anggotanya. Bisa jadi dengan mengeluhnya dia, mereka yang awalnya bisa merangkak
atau berjalan menjadi tidak bisa bergerak lagi. Tidak bergerak karena tidak ada
alasan untuk bergerak, tidak bergerak karena tidak ada daya untuk bergerak
lagi. Karena mengeluhnya seorang pemimpin didepan anggota-anggotanya adalah
wujud keputusasaan diri seorang pemimpin. Apabila seorang pemimpin sudah
berputus asa. Apa jadinya anggota-anggotanya. Tentu mereka menjadi orang yang
lebih berputus asa.
Wallahu a’lam
Yk.1.11.2013
*Diruang tengah Andalusia
Idzkhir al-Mu’adz
Posted on Friday, November 01, 2013 by Akhdan Mumtaz
Tuesday, September 10, 2013
Tanpa sengaja menemukan file tua yang cukup lama tersimpan. Sehingga mohon maaf karena lupa darimana sumber dari tulisan ini. Sebuah pencarian yang bermula dari sebuap pertanyaan tentang apa itu "Indonesia". Semoga tulisan yang statusnya repos ini bermanfaat.
Sebelum nama Indonesia
digunakan, dahulu kawasan kepulauan dari Sabang sampai Merauke ini dikenal
dengan banyak nama.Bangsa India saat itu menamakan Indonesia dengan nama
Dwipantara penggalan dari bahasa Sanskerta, Dwipa (pulau) dan antara
(seberang). Nama Hindia digunakan ketika bangsa Eropa mulai masuk ke wilayah
Indonesia. Saat itu mereka menyebut Indonesia dengan nama Indische Archipel
(Kepulauan Hindia). Nama Hindia sendiri adalah sebutan orang Eropa untuk
wilayah asia. Seiring pendudukan Belanda, nama itu berubah menjadi Hindia
Belanda atau Hindia yang milik Belanda.
Bibit-bibit nama Indonesia muncul pertama kali dalam sebuah artikel di Jurnal terbitan Singapura Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA). Pada Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, salah seorang redaksi JIAEA George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nation. Ia mengungkapkan buah pikirannya, bahwa sudah saatnya "Hindia Belanda" memiliki nama yang khas, agar terlepas dari kerancuan dengan banyaknya "Hindia-Hindia" yang lain. Earl mengusulkan alternatif, yakni Indunesia atau Malayunesia. Earl memilih nama Malayunesia, karena menurutnya, penduduk di Nusantara mayoritas menggunakan bahasa Melayu.
James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang juga merupakan pengelola JIAEA menulis artikel yang masih terkait dengan tulisan Earl. Tapi ia lebih condong memilih "Indunesia" dengan vokal O menjadi "Indonesia". Sejak itulah nama Indonesia dipakai oleh Logan dalam banyak artikelnya dan ia terus-menerus menggunakan nama itu. Meski nama itu bermakna secara etnology dan Geografi untuk merujuk pada suatu kawasan di Nusantara. nama itu kemudian bermakna politis untuk memperjuangkan suatu negara merdeka bernama Indonesia.
Sekitar tahun 1920-an, oleh Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950) atau dikenal sebagai Dr. Setiabudi, nama Nusantara pertama kali dilontarkan. Nusantara berarti "Nusa (pulau-pulau) yang berada di dua benua dan dua samudera", diambil dari kitab Pararaton, kitab kuno zaman Majapahit. Meski nama Indonesia muncul, kata Nusantara tetap populer pada zaman itu hingga sekarang.
Bibit-bibit nama Indonesia muncul pertama kali dalam sebuah artikel di Jurnal terbitan Singapura Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA). Pada Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, salah seorang redaksi JIAEA George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nation. Ia mengungkapkan buah pikirannya, bahwa sudah saatnya "Hindia Belanda" memiliki nama yang khas, agar terlepas dari kerancuan dengan banyaknya "Hindia-Hindia" yang lain. Earl mengusulkan alternatif, yakni Indunesia atau Malayunesia. Earl memilih nama Malayunesia, karena menurutnya, penduduk di Nusantara mayoritas menggunakan bahasa Melayu.
James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang juga merupakan pengelola JIAEA menulis artikel yang masih terkait dengan tulisan Earl. Tapi ia lebih condong memilih "Indunesia" dengan vokal O menjadi "Indonesia". Sejak itulah nama Indonesia dipakai oleh Logan dalam banyak artikelnya dan ia terus-menerus menggunakan nama itu. Meski nama itu bermakna secara etnology dan Geografi untuk merujuk pada suatu kawasan di Nusantara. nama itu kemudian bermakna politis untuk memperjuangkan suatu negara merdeka bernama Indonesia.
Sekitar tahun 1920-an, oleh Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950) atau dikenal sebagai Dr. Setiabudi, nama Nusantara pertama kali dilontarkan. Nusantara berarti "Nusa (pulau-pulau) yang berada di dua benua dan dua samudera", diambil dari kitab Pararaton, kitab kuno zaman Majapahit. Meski nama Indonesia muncul, kata Nusantara tetap populer pada zaman itu hingga sekarang.
*Kepada para blogwalking yang mengetahui sumber tulisan ini,
Mohon untuk bisa langsung dilink-an disini. Terimakasih
Yk.9.10.2013
Menutup malam
di pojok kamar Wisma Andalusia
Idzkhir al-Mu'adz
Posted on Tuesday, September 10, 2013 by Akhdan Mumtaz
Tuesday, August 27, 2013
Jikalau
mereka egois,
maka
mungkin kita akan menjadi orang paling egois..
Saat
yang lain sudah berpikir tentang masa depan diri,
Kita
seolah masih terjebak dimasa ini,
Saat
yang lain berlari kejar dengan cita,
Kita
tetap harus disini,
menangguhkan
lari sejenak beberapa jarak didepan finish..
Saat
yang lain berujar tentang mimpi-mimpi,
Kita
justru seakan tak bisa bermimpi
karena
lama berada dalam realita ini,
Ya,
kita mungkin akan jadi orang paling egois
ketika
mereka dengan nikmatnya egois.
.
Mereka
yang sebenarny bisa membri ruang untuk kita
bisa
bermimpi, bias berlari kejar dengan cita,
asal
mreka sedikit menghilangkan egoismenya,
hal
yang tak akan memperlambat mereka sedikitpun
Namun
itulah egoisme diri,
yang
wajib Kita ketahui hanya diri, diri, dan diri kita sndiri.
Tak
peduli orang lain menanggung akibat
atas
egoisme dirinya..
Itulah
egoisme diri,
yang
meninggalkan apa yang memang harus diselesaikannya,
hanya
karena alasan tuntutan diri,
Itulah
egoisme diri,
yang
ketika coba diingatkan,
seolah
tak mendengar bahka jua tak pduli
Sungguh,
Jikalau
mereka egois,
maka
mungkin kita akan menjadi orang yang berhak
menjadi
yang paling egois..
Yk.26.8.2013
Idzkhir al-Mu’adz
Posted on Tuesday, August 27, 2013 by Akhdan Mumtaz
Wednesday, August 21, 2013
Imam asy-Syafi rahimahullah sebelum berangkat belajar ke Madinah
belajar kepada Imam Malik rahimahullah, beliau berkata Ibu nya : "Wahai
ibu, berilah saya nasehat.!"
Ibunya berkata : "Wahai anak ku, berjanjilah kepada ku untuk tidak berdusta."
Imam asy-Syafi'i rahimahullah berkata : "Saya berjanji kepada Allah lalu kepada mu untuk tidak berdusta."
Beliau waktu usia nya masih kecil, dibekali oleh ibu nya uang 400 dirham.
Beliau menaiki hewan tunggangan nya dan keluar bersama rombongan menuju Madinah, Imam asy-Syafi menyimpan uang itu didalam sebuah kantong yang ia jahit disela - sela bajunya.
Ditengah - tengah perjalanan ada rampok yang merampas seluruh harta rombongan tersebut, tatkala sampai dihadapan Imam asy-Syafi'i yang masih kecil, para perampok itu bertanya : "Apakah kamu membawa uang?"
Imam asy-Syafi'i yang masih kecil ini menjawab : "IYA"
Perampok : "Berapa?"
Asy-Syafi'i : "Saya membawa uang 400 dirham."
Para perampok tersebut tertawa sambil mengejek beliau dan berkata : "Pergilah, apakah kamu hendak mengolok - olok kami?" Pergilah sana. Apakah orang seperti mu membawa uang sebanyak empat ratus dirham?" (kata para perampok dengan tidak percaya).
Kemudian asy-Syafi'i berhenti disamping rombongan kafilah yang dirampok. para pemimpin rampok berkata kepada anak buah nya : "Apakah kalian telah mengambil semuanya?"
Mereka menjawab : "Ya"
Pemimpin rampok : "Apakah kalian tidak meninggalkan seorang pun?"
Mereka (anak buah) menjawab : "Tidak, kecuali seorang anak kecil yang mengaku telah membawa uang sebanyak 400 dirham, namun anak tersebut gila atau hanya ingin mengolok - olok kita, sehingga kami pun menyuruhnya pergi."
Pemimpin rampok berkata : "Bawa anak itu kemari."
Mereka pun membawa Syafi'i kecil. Kemudian pemimpin rampok itu bertanya kepada beliau : "Apakah kamu membawa uang, wahai anak kecil?"
Syafi'i kecil menjawab : "Ya"
Pemimpin Rampok berkata : "Berapa uang yang kamu bawa?"
Syafi'i kecil "Empat ratus dirham."
Pemimpin perampok itu bertanya lagi, "Dimana uang itu?"
Lalu Syafi'i kecil mengeluarkan uang tersebut dari balik pakian nya dan menyerahkan nya kepada pemimpin kawanan perampok tersebut.
Pemimpin rampok itu menuangkan uang - uang tersebut kepangkuan nya, lalu ia memandangi syafi'i kecil dengan keheranan dan berkata : "Kenapa kamu jujur kepada ku ketika aku tadi bertanya kepada mu, dan kamu tidak berdusta kepadaku, padahal kamu tahu bahwa uang mu akan hilang?"
Syafi'i pun menjawab : "Saya jujur kepada mu karena saya telah berjanji kepada ibu ku untuk tidak berdusta kepada siapa pun."
Mendengar penuturan Syafi'i kecil itu, tiba - tiba tangan pemimpin rampok itu berhenti memain - mainkan uang 400 dirham tersebut, karena hatinya telah bergetar karena hidayah dari Allah.
Lalu pemimpin rampok itu berkata sambil mengembalikan uang tersebut kepada Syafi'i kecil : "Ambillah uang mu, kamu takut untuk mengkhianati janji mu kepada ibu mu, sedangkan aku tidak takut berkhianat kepada janji Allah Subhanhu wa ta'ala? Pergilah, wahai anak kecil dalam keadaan aman dan tenang, karena aku telah bertaubat kepada Zat yang Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang melalui kedua tangan mu dengan taubat ini dan aku tidak akan pernah mendurhakai-Nya lagi selamanya."
Kemudian pemimpin kawanan perampok itu memandang anak buahnya dan berkata :
إنّ الله يامركم أن تؤدّوا الأمانات إلى أهلها
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada orang yang berhak menerima nya..." [An-Nisa ayat 58]
Lalu anak buahnya berkata sambil membawa harta dan berbagai perhiasan rombongan kafilah yang mereka rampok tadi dan mengembalikan nya, dan mereka berkata kepada pemimpin mereka "Wahai tuan kami, anda telah bertaubat dengan Zat Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang, sedangkan anda adalah pemimpin kami. Oleh karena itu kami lebih pantas untuk bertaubat daripada anda."
Akhirnya mereka semua bertaubat kepada Allah, lewat kejujuran Imam asy-Syafi'i kecil. [Diringkas dan disadur dari buku Biografi Imam Syafi'i hal 17-20, Abdul Aziz asy-Syinawi. Judul aslinya Al-Aimmah Al-Arba'ah Hayatuhum Mawaqifuhum Ara'ahum Qadhiyusy Syariah al-Imam asy-Syafi'i]
Ibunya berkata : "Wahai anak ku, berjanjilah kepada ku untuk tidak berdusta."
Imam asy-Syafi'i rahimahullah berkata : "Saya berjanji kepada Allah lalu kepada mu untuk tidak berdusta."
Beliau waktu usia nya masih kecil, dibekali oleh ibu nya uang 400 dirham.
Beliau menaiki hewan tunggangan nya dan keluar bersama rombongan menuju Madinah, Imam asy-Syafi menyimpan uang itu didalam sebuah kantong yang ia jahit disela - sela bajunya.
Ditengah - tengah perjalanan ada rampok yang merampas seluruh harta rombongan tersebut, tatkala sampai dihadapan Imam asy-Syafi'i yang masih kecil, para perampok itu bertanya : "Apakah kamu membawa uang?"
Imam asy-Syafi'i yang masih kecil ini menjawab : "IYA"
Perampok : "Berapa?"
Asy-Syafi'i : "Saya membawa uang 400 dirham."
Para perampok tersebut tertawa sambil mengejek beliau dan berkata : "Pergilah, apakah kamu hendak mengolok - olok kami?" Pergilah sana. Apakah orang seperti mu membawa uang sebanyak empat ratus dirham?" (kata para perampok dengan tidak percaya).
Kemudian asy-Syafi'i berhenti disamping rombongan kafilah yang dirampok. para pemimpin rampok berkata kepada anak buah nya : "Apakah kalian telah mengambil semuanya?"
Mereka menjawab : "Ya"
Pemimpin rampok : "Apakah kalian tidak meninggalkan seorang pun?"
Mereka (anak buah) menjawab : "Tidak, kecuali seorang anak kecil yang mengaku telah membawa uang sebanyak 400 dirham, namun anak tersebut gila atau hanya ingin mengolok - olok kita, sehingga kami pun menyuruhnya pergi."
Pemimpin rampok berkata : "Bawa anak itu kemari."
Mereka pun membawa Syafi'i kecil. Kemudian pemimpin rampok itu bertanya kepada beliau : "Apakah kamu membawa uang, wahai anak kecil?"
Syafi'i kecil menjawab : "Ya"
Pemimpin Rampok berkata : "Berapa uang yang kamu bawa?"
Syafi'i kecil "Empat ratus dirham."
Pemimpin perampok itu bertanya lagi, "Dimana uang itu?"
Lalu Syafi'i kecil mengeluarkan uang tersebut dari balik pakian nya dan menyerahkan nya kepada pemimpin kawanan perampok tersebut.
Pemimpin rampok itu menuangkan uang - uang tersebut kepangkuan nya, lalu ia memandangi syafi'i kecil dengan keheranan dan berkata : "Kenapa kamu jujur kepada ku ketika aku tadi bertanya kepada mu, dan kamu tidak berdusta kepadaku, padahal kamu tahu bahwa uang mu akan hilang?"
Syafi'i pun menjawab : "Saya jujur kepada mu karena saya telah berjanji kepada ibu ku untuk tidak berdusta kepada siapa pun."
Mendengar penuturan Syafi'i kecil itu, tiba - tiba tangan pemimpin rampok itu berhenti memain - mainkan uang 400 dirham tersebut, karena hatinya telah bergetar karena hidayah dari Allah.
Lalu pemimpin rampok itu berkata sambil mengembalikan uang tersebut kepada Syafi'i kecil : "Ambillah uang mu, kamu takut untuk mengkhianati janji mu kepada ibu mu, sedangkan aku tidak takut berkhianat kepada janji Allah Subhanhu wa ta'ala? Pergilah, wahai anak kecil dalam keadaan aman dan tenang, karena aku telah bertaubat kepada Zat yang Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang melalui kedua tangan mu dengan taubat ini dan aku tidak akan pernah mendurhakai-Nya lagi selamanya."
Kemudian pemimpin kawanan perampok itu memandang anak buahnya dan berkata :
إنّ الله يامركم أن تؤدّوا الأمانات إلى أهلها
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada orang yang berhak menerima nya..." [An-Nisa ayat 58]
Lalu anak buahnya berkata sambil membawa harta dan berbagai perhiasan rombongan kafilah yang mereka rampok tadi dan mengembalikan nya, dan mereka berkata kepada pemimpin mereka "Wahai tuan kami, anda telah bertaubat dengan Zat Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang, sedangkan anda adalah pemimpin kami. Oleh karena itu kami lebih pantas untuk bertaubat daripada anda."
Akhirnya mereka semua bertaubat kepada Allah, lewat kejujuran Imam asy-Syafi'i kecil. [Diringkas dan disadur dari buku Biografi Imam Syafi'i hal 17-20, Abdul Aziz asy-Syinawi. Judul aslinya Al-Aimmah Al-Arba'ah Hayatuhum Mawaqifuhum Ara'ahum Qadhiyusy Syariah al-Imam asy-Syafi'i]
*Repost dari Tulisan Taman-taman Para Penuntut Ilmu
Posted on Wednesday, August 21, 2013 by Akhdan Mumtaz
Sunday, July 28, 2013
Kisah Rumah Qur'an Anak part #1
Sudah setengah perjalanan Ramadhan 1434 tahun
ini dilalui. Tak terhitung anugrah Allah diperoleh di bulan penuh berkah ini.
Dari ilmu, pengalaman baru, cerita, dan hikmah lainnya. Namun, dari sekian
banyak hikmah bulan ini, bagi saya ada satu hal luar biasa yang saya peroleh
dibulan ini. Satu pengalaman yang berbeda dari apa yang pernah dijalani
sebelum-sebelumnya. Yakni pengalaman pertama menjadi seorang pengajar di Rumah
Qur’an Anak.
Kehendak Allah untuk menjadikan saya
seorang pengajar bisa dibilang pada mulanya karena jawaban terdesak dan
terpaksa. Pertama kali ditawarkan bukanlah menjadi pengajar untuk anak-anak
melainkan menjadi pengajar tahsin mahasiswa fakultas tetangga ujung timur sana.
Ketika penawaran itu adalah untuk mahasiswa saya menyetujui dan bersedia. Tidak
lain karena memang keseharian dan latar belakang amanah yang selalu
berinteraksi dengan mahasiswa dapat menjadi bekal untuk menjalani peran ini.
Ya, mahasiswa dengan segala kekakuan dan pendekatan yang dapat dilakukan. Akan
tetapi, semua berubah ketika akhirnya penawaran itu berubah menjadi seorang
pengajar bagi anak-anak. Allahu Akbar.
Ya, dengan awal mulanya keterdesakan
dan keterbutuhan maka akhirnya saya pun menyetujui. Toh, ini juga peluang
berbuat baik yang besar. Apalagi setahu saya Rumah Qur’an itu masih dekat
lokasinya, di sebelah Masjid Nurul Islam Jakal. Sebuah awal ketidaksadaran saya
untuk pengalaman baru. Karena ternyata lokasi Rumah Qur’an yang dimaksud
berbeda. Peran sebagai Musyrif atau Ustadz bagi anak-anak ini ternyata
berlokasi di Rumah Qur’an Anak yang terletak didaerah utara Stadion
Maguwoharjo. Jarak tempuh kesana nyaris 30 menit. Sehingga ketika jadwal
mengajar adalah jam 4 maka sebelum Ashar saya sebaiknya sudah harus berangkat. Subhanallah.
Ketidaksadaran yang sungguh memberikan hikmah. Bahwa apabila kita memang
berniat berbuat baik karena Allah, jarak yang jauh bukanlah sebuah halangan.
Hikmah pertama.
Hal menarik lainnya untuk peran
sebagai pengajar Rumah Qur’an Anak ini adalah sistem komunikasi untuk mengajar.
Mungkin bagi kita yang terbiasa mengelola pembinaan dikalangan mahasiswa
ataupun siswa caranya bisa sangat sederhana. Cukup dengan menghubungi binaan
siswa atau mahasiswa tersebut secara langsung. Via sms, chat, whatsapp, dll. Hal
yang berbeda dengan binaan anak-anak usia 5-8 tahun. Anak-anak usia kelas 1 SD
ini belum mempunyai HP, gadget, dsj. Maka cara berkomunikasi terbaik adalah via
orang tua mereka. Dan untuk hal ini saya harus memilih-milih kata-kata yang
tepat. Ketika mengirim sms, saya bisa mengedit ulang sms itu 7 kali hanya untuk
memastikan kata-kata yang dipilih adalah tepat/tidak. Itu pun tidak bisa
dikirim secara dadakan. Karena kesibukan orang tua tentu harus disesuaikan
dengan bagaimana mereka mengantarkan anak-anak mereka. Ya, kata-kata adalah
senjata. Sedangkan kalimat untuk berkomunikasi terbentuk dari kata-kata yang
baik. Itu pun harus bersesuaikan dengan konteks siapa, bagaimana dan kapan kita
berkomunikasi. Apalagi untuk mengajak ke jalan kebaikan. Maka berkata-katalah
secara baik dan bermanfaat. Hikmah kedua.
Oya, terkait berkomunikasi dengan
orang tua ini setidaknya ada beberapa pengalaman mengesankan selama dua pekan mengajar
J. Pengalaman pertama, ketika saya khilaf memahami
jadwal mengajar di hari Ahad. Saya berkhusnudzhon dikarenakan jadwal bersamaan
dengan kelompok lain maka jadwal itu langsung dipegang oleh pengelola Rumah Qur’an
Anak layaknya TPA. Sampai sore itu, seorang ibu dari adik-adik kelompok binaan
tiba-tiba menelpon. “Mas, hari ini ada belajarkah?”, pertanyaan sang ibu. Secara
spontan, saya kaget. Na’udzubillah. Saya pun bertanya, “Apakah ada pengelola
Rumah Qur’an ada disana?”. Dan ternyata tidak. Hal yang berarti pengajar untuk
hari Ahad tetap saya. Jarak yang lumayan dengan waktu tempuh yang juga lumayan
tentu tidak memungkinkan untuk saat itu untuk langsung berangkat. Apalagi sang
ibu melanjutkan telponnya, “Klo memang tidak ada jadwal kami pulang ya Mas”. Saya
pun memohon maaf dan mengiyakan. Namun, kejadian ini ternyata tidak selesai
ditelpon itu. Karena ada kejadian yang akhirnya mengiringi peristiwa itu J.
Mungkin saya lanjutkan cerita khusus terkait ini pada tulisan lain. Sampai akhirnya
dari pengelola melakukan evaluasi terkait jadwal dan sistem mengajar untuk
keseluruhan Musyrif dan Musyrifah.
Pengalaman kedua, untuk konfirmasi dan
pertanyaan atau pun pemberitahuan terkait kehadiran dan jadwal dan lain-lain. Entah
kenapa ada kesan sendiri setiap memberikan info jadwal belajar hari itu. Orang tua,
baik Bapak ataupun Ibu akan memberikan jawaban, “Nggih Mas, Insya Allah hari
ini X (nama anak) berangkat. Nuwun”. Atau pun saat dengan terpaksa adik-adik
binaan hari itu berhalangan untuk hadir. Malam harinya setelah mengajar akan
masuk pesan singkat yang mengungkapkan permohonan maaf atas ketidakhadiran sang
anak hari itu dengan penjelasan alasannya. Luar biasa. Setidaknya dua
pengalaman ini bagi saya sangat berkesan dan berbeda ketika menjalani peran ini
J.
Pada akhirnya, semua amanah ini
hanyalah jalan untuk meraih ridho Allah Swt. Semoga Allah senantiasa menerima
sebagai amal baik. Dan hal yang sempat terlintas dipikiran saya setiap melalui
perjalanan dari Pogung ke Rumah Qur’an Anak, bisa jadi ini adalah bentuk
terimakasih saya kepada para guru-guru yang dulu telah mengajarkan saya tentang
cara membaca Al Qur’an. Karena mereka pun dulu tentu menjalani perjuangan yang
luar biasa hanya untuk mengajarkan kalam Allah ini.
Wallahu a’lam bi shawab
Yk.28.7.2013
*di hari terakhir untuk mengajar
Di Rumah Qur’an Anak
sebelum Libur Idul Fitri
Idzkhir al-Mu’adz
Posted on Sunday, July 28, 2013 by Akhdan Mumtaz
Monday, July 1, 2013
“Wahai
manusia ! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah,
rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah
hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling
utama. Jam demi jamnya adalah yang paling utama. Inilah bulan ketika engkau
diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-nya.
Pada
bulan ini nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan
doa-doa mu di ijabah.bermohonlah
kepada Allah, rabbmu dengan niat yang
tulus dan hati yang suci, agar Allah membimbingmu untuk melakukan shaum dan
membaca kitab-nya.
Sungguh celaka orang yang tidak mendapatkan
ampunan Allah pada bulan yang agung ini.kenanglah lapar dan hausmu sebagai
kelaparan dan kehausan pada hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fakir dan
miskin, muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda dan sambungkanlah tali
persaudaraanmu, dan jaga lidahmu. Tahanlah pandanganmu dari yang tidak halal,
jagalah pendengaranmu
dari yang tidak halal kamu mendengarnya. Kasihilah anak-anak yatim.
Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tanganmu untuk berdoa
dalam shalat-shalatmu, karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah
azza wa jalla memandang hamba-hambanya dengan penuh kasih . Dia menjawab mereka
ketika mereka menyerunya. Menyambut mereka yang memanggilnya dan mengabulkan
doa mereka.
“Wahai manusia ! Sesungguhya diri kalian tergadai karena amal-amal
kalian , maka bebaskanlah dengan
istighfar. Puggung-punggungmu berat karena beban dosa-dosamu maka
ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu. Ketahuilah Allah swt bersumpah
dengan segala kebesaran-nya bahwa dia tidak akan mengazab orang-orang yang
shalat dan sujud dan tidak akan mengancam mereka pada hari manusia berdiri
dihadapan rabbula’lamin
“Wahai manusia ! Barang siapa diantaramu memberikan makanan untuk berbuka kepada
orang-orang mukmin yang melaksanakan shaum pada bulan ini, maka disisi Allah
nilainya sama dengan membebaskan seorang
budak, dan ia diberi ampunan atas dosa-dosanya yang lalu. Para sahabat
bertanya, “ Ya Rasulullah tidaklah kami semua mampu berbuat demikian”.
Rasulullah meneruskan khutbahnya, ”Jagalah diri kalian dari api neraka
walaupun hanya dengan sebiji kurma, jagalah diri kalian walaupun dengan seteguk
air.”
“Wahai manusia ! Barangsiapa memperbaiki ahlaknya pada bulan ini dia akan
berhasil melewati shirat pada hari ketika kaki-kaki tergelincir.
Barangsiapa
meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki, tangankanannya
(pegawai/pembantu) pada bulan ini Allah akan meringankan pemeriksaan-nya pada
hari kiamat. Barangsiapa menahan kejelekkannya pada bulan ini, Allah akan
menahan mulutnya pada hari dia berjumpa dengan-nya.
Barangsiapa
memuliakan anak yatim pada bulan ini, Allah akan memuliakannya pada hari dia
berjumpa dengan-nya.
Barang siapa
menyambungkan tali persaudaraan
(silaturahim)
pada bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-nya pada hari dia
berjumpa dengan-nya
Barangsiapa
memutuskan kekeluargaan pada bulan ini. Allah
akan memutuskan daripadanya rahmat-nya pada hari dia berjumpa dengannya.
Barangsiapa
melakukan shalat sunat pada bulan ini. Allah
akan menuliskan baginya kebebasan dari api nereka
Barangsiapa
melakukan shalat fardlu, baginya ganjaran seperti melakukan tujuhpuluh shalat
fardlu pada bulan yang lain.
Barangsiapa
memperbanyak shalawat kepadaku pada bulan ini, Allah akan memberatkan
timbangannya pada hari timbangan meringan.
Barangsiapa
pada hari ini membaca 1 ayat alqur’an maka pahalanya samaseperti menghatamkan
al’quran pada bulan-bulan lain.
“Wahai
manusia sesungguhnya pintu-pintu surga
dibukakan bagimu, maka mintalah kepada tuhan-mu agar tidak pernah
menutupkannya bagimu. Pintu-pintu
neraka tertutup, maka mohonkanlah pada rabb-mu agar tidak akan pernah dibukakan
bagimu. Syetan-syetan dibelenggu maka mintalah agar mereka tidak
pernah lagi menguasaimu. Amirul
mukminin, Ali Bin
Abi Thalib Ra. Berdiri dan berkata :” Ya Rasulullah Amal Apa Yang Paling Utama
Pada Bulan Ini?” Jawab rasulullah saw.:” ya, abul hasan amal yang paling utama
pada bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah swt”. (
hr.ibnu khuzaimah,ibnu hibban dan baihaqi ).
Kita
tidak akan pernah berjumpa dengan kemudahan ampunan, kecuali di bulan ramadhan
ini, sebanyak dan semelimpah apapun dosa kita, sungguh Allah menjanjikan
ampunan-nya dibulan ini.
Kalau
kita merasa berat hidup dengan lumuran dosa dan maksiat, maka ketahuilah
ampunan Allah di bulan Ramadhan lebih dahsyat dari pada dahsyatnya dosa-dosa
kita.
Kalau
kita merasa gersang dan kering, maka Ramadhan adalah sarana yang paling cepat untuk mendapatkan
rahmat-nya. Kalau kita dililit utang piutang, maka Allah adalah dzat maha
Kaya
yang menjanjikan terkabulnya doa, dilunasinya apa yang kita butuhkan. Karenanya
sungguh sangat rugi andai kita tidak bergembira ria. Tidak bersemangat dalam
menghadapi bulan Ramadhan ini.
Ramadhan
diawali dengan adzan berkumandang, maka itulah saat setan dibelenggu,
dimulainya hitungan pahala amal yang berbeda, dibukanya pintu-pintu surga,
ditutupnya pintu-pintu neraka. Maka sudah selayaknya kita
harus bersungguh-sungguh berharap agar Allah menjamu kita, dengan menyiapkan
diri kita menjadi orang yang layak di jamu Allah swt.
WAllahu
a’lam.
Posted on Monday, July 01, 2013 by Akhdan Mumtaz
Saturday, June 29, 2013
Negeri para Anbiya…
seribu empat ratus tiga puluh tahun hijriyah yang lalu
17 Ramadhan 2 H
313 tentara kaum muslimin melibas 1.000 pasukan kafir Quraisy di Badar
Makkah..
seribu empat ratus dua puluh empat tahun hijriyah yang lalu
21 Ramadhan 8 H
10.000 pasukan kaum muslimin melakukan penaklukan Makkah secara damai
Yaman..
seribu empat ratus dua puluh dua hijriyah yang lalu
Ramadhan 10 H
Ali bin Abi Thalib bersama sepasukan tentara bertugas membawa surat dari Rasulullah. satu suku berpengaruh disana tanpa paksaan langsung menerima dan masuk Islam
Andalusia, Spanyol
seribu tiga ratus empat puluh tahun hijriyah yang lalu
Ramadhan 92 H
12.000 pasukan muslimin dapat menaklukkan 100.000 pasukan Raja Rhoderick
Diawali dengan pembakaran kapal-kapal yang diiringi kata-kata “Kita datang kesini tidak untuk kembali. Kita hanya punya dua pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap disini serta mengembangkan Islam atau kita semua binasa(syahid)”
Khurasan..
Seribu tiga ratus tiga tahun hijriyah yang lalu
Ramadhan 129 H
keberhasilan dan kemenangan da’wah Bani Abbas dibawah kepemimpinan Abu Mulim Al-Khurasany
Mesir,,
Ramadhan 361 H
Seribu tujuh puluh satu tahun hijriyah yang lalu
Universitas Al-Azhar dibuka di Kairo. Perguruan tinggi Islam terkemuka ini telah menghasilkan ratusan ribu alumni, ratusan ribu ulama.
Palestine..
Delapan ratus empat puluh delapan tahun hijriyah yang lalu
Ramadhan 584 H
Shalahuddin al-Ayubi memperoleh kemenangan besar-besaran atas pasukan Salib Eropa
Tentara Islam menguasai daerah-daerah yang sebelumnya diduduki orang-orang Kristen
Setelah sebelumnya memporak-porandakan kekuatan pasukan Salib di bawah komando Raja Richard (Richard The Lion Heart) III dari Inggris yang akhirnya bertekuk lutut di hadapan Shalahuddin al-Ayubi yang gagah
Kemenangan itu mengakhiri cengkeraman kekuasaan pasukan Salib atas bumi Palestina
Jakarta, Indonesia…
10 Ramadhan 1364 H
Enam puluh delapan tahun hijriyah yang lalu.
17 Agustus 1945 tahun masehi
Negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar didunia memplokramirkan kemerdekaannya.
Jogjakarta..
Ramadhan 1434 H
Akankah sejarah Ramadhan biasa-biasa saja??
Mana cinta?
Mana karya?
Mana makna?
Ramadhan seharusnya menjadi salah satu puncak kesuksesan bagi seorang pejuang
seribu empat ratus tiga puluh tahun hijriyah yang lalu
17 Ramadhan 2 H
313 tentara kaum muslimin melibas 1.000 pasukan kafir Quraisy di Badar
Makkah..
seribu empat ratus dua puluh empat tahun hijriyah yang lalu
21 Ramadhan 8 H
10.000 pasukan kaum muslimin melakukan penaklukan Makkah secara damai
Yaman..
seribu empat ratus dua puluh dua hijriyah yang lalu
Ramadhan 10 H
Ali bin Abi Thalib bersama sepasukan tentara bertugas membawa surat dari Rasulullah. satu suku berpengaruh disana tanpa paksaan langsung menerima dan masuk Islam
Andalusia, Spanyol
seribu tiga ratus empat puluh tahun hijriyah yang lalu
Ramadhan 92 H
12.000 pasukan muslimin dapat menaklukkan 100.000 pasukan Raja Rhoderick
Diawali dengan pembakaran kapal-kapal yang diiringi kata-kata “Kita datang kesini tidak untuk kembali. Kita hanya punya dua pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap disini serta mengembangkan Islam atau kita semua binasa(syahid)”
Khurasan..
Seribu tiga ratus tiga tahun hijriyah yang lalu
Ramadhan 129 H
keberhasilan dan kemenangan da’wah Bani Abbas dibawah kepemimpinan Abu Mulim Al-Khurasany
Mesir,,
Ramadhan 361 H
Seribu tujuh puluh satu tahun hijriyah yang lalu
Universitas Al-Azhar dibuka di Kairo. Perguruan tinggi Islam terkemuka ini telah menghasilkan ratusan ribu alumni, ratusan ribu ulama.
Palestine..
Delapan ratus empat puluh delapan tahun hijriyah yang lalu
Ramadhan 584 H
Shalahuddin al-Ayubi memperoleh kemenangan besar-besaran atas pasukan Salib Eropa
Tentara Islam menguasai daerah-daerah yang sebelumnya diduduki orang-orang Kristen
Setelah sebelumnya memporak-porandakan kekuatan pasukan Salib di bawah komando Raja Richard (Richard The Lion Heart) III dari Inggris yang akhirnya bertekuk lutut di hadapan Shalahuddin al-Ayubi yang gagah
Kemenangan itu mengakhiri cengkeraman kekuasaan pasukan Salib atas bumi Palestina
Jakarta, Indonesia…
10 Ramadhan 1364 H
Enam puluh delapan tahun hijriyah yang lalu.
17 Agustus 1945 tahun masehi
Negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar didunia memplokramirkan kemerdekaannya.
Jogjakarta..
Ramadhan 1434 H
Akankah sejarah Ramadhan biasa-biasa saja??
Mana cinta?
Mana karya?
Mana makna?
Ramadhan seharusnya menjadi salah satu puncak kesuksesan bagi seorang pejuang
Yk.29.6.2013
*tulisan seseorang yang
terlupa siapa namun tertumpuk diantara file Ramadhan
Idzkhir al-Mu'adz
Posted on Saturday, June 29, 2013 by Akhdan Mumtaz
Subscribe to:
Posts (Atom)
About
Inspirasi
Sahabat Grafika
- Aep Saepul Farid
- Ahmad Faqih Mahalli
- Atik Nurul Laila
- Dani Mardiati
- Dimas Agil Marenda
- Fanny Purwati
- Hanif Kusumawardhani
- Jihad Mujahidin Machmud
- Jupri Supriadi
- Khoiriyati Kaulina Rahmaningrum
- Luthfi Izzaty
- M. Iqbal Muharram
- Maisyarah Pradhita Sari
- Maruti AHS
- Naim Rohatun
- Pinto Anugrah
- Ridwan Kharis
- Sabila Nurul Haqi
- Wardatul Jannah
- Zhafira Syarofina