Tuesday, December 3, 2013

Enteng benar Ummu Salamah menjawab pertanyaan Anas bin Malik. Khadam Rasulullah SAW ini diam-diam mengamati sebuah kebiasaan Sang Rasul yang rada berbeda ketika beliau menemui Ummu Salamah dan ketika beliau menemui Aisyah.
Rasulullah SAW selalu secara langsung dan refleks mencium Aisyah setiap kali menemuinya, termasuk di bulan Ramadhan. Tapi tidak begitu kebiasaan beliau saat bertemu Ummu Salamah. Nah, kebiasaan itulah yang ditanyakan Anas bin Malik kepada Ummu Salamah, yang kemudian dijawab begini: ”Rasulullah SAW tidak dapat menahan diri ketika melihat Aisyah.”

Jawabannya cuma begitu. Penjelasannya sesederhana itu. Datar. Yah, datar saja. Seperti hendak menyatakan sebuah fakta tanpa pretensi. Sebuah fakta yang diterima sebagai suatu kewajaran tanpa syarat. Tanpa penjelasan.
Sudah begitu keadaannya, kenapa tidak? Atau apa yang salah dengan fakta itu? Apa yang harus dicomplain dari kebiasaan itu?
Itu sama sekali tidak berhubungan dengan harga diri yang harus membuat ia marah. Atau menjadi keberatan yang melahirkan cemburu. Mati rasakah ia? Hah?? Tapi siapa berani bilang begitu?

Terlalu banyak masalah kecil yang menyedot energi kita. Termasuk banyak pertengkaran dalam keluarga. Sebab kita tidak punya agenda-agenda besar dalam hidup. Atau punya tapi fokus kita tidak ke situ. Jadi kaidahnya sederhana: kalau energi kita tidak digunakan untuk kerja-kerja besar, maka perhatian kita segera tercurah kepada masalah-masalah kecil.
Karena mereka punya agenda besar dalam hidup, maka mereka tidak membiarkan energi mereka terkuras oleh pertengkaran-pertengkaran kecil, kecuali untuk semacam ”pelepasan emosi” yang wajar dan berguna untuk kesehatan mental.

Kehidupan mereka berpusat pada penuntasan misi kenabian di mana mereka menjadi bagian dari tim kehidupan Sang Nabi. Jadi masalah kecil begini lewat begitu saja. Tanpa punya bekas yang mengganggu mereka. Fokus mereka pada misi besar itu telah memberi mereka toleransi yang teramat luas untuk membiarkan masalah-masalah kecil berlalu dengan santai.

Fokus pada misi besar itu dimungkinkan oleh karena sejak awal akad kebersamaan mereka adalah janji amal. Sebuah komitmen kerja. Bukan sebuah romansa kosong dan rapuh. Mereka selalu mengukur keberhasilan mereka pada kinerja dan pertumbuhan kolektif mereka yang berkesinambungan sebagai sebuah tim.
Persoalan-persoalan mereka tidak terletak di dalam, tapi di luar. Mereka bergerak bersama dari dalam ke luar. Seperti sebuah sungai yang mengalir menuju muara besar: masyarakat. Mereka adalah sekumpulan riak yang menyatu membentuk gelombang, lalu misi kenabian datang bagai angin yang meniup gelombang itu: maka jadilah mereka badai kebajikan dalam sejarah kemanusiaan.

Cinta memenuhi rongga dada mereka.
Dan semua kesederhanaan, bahkan kadang kepapaan, dalam hidup mereka tidak pernah sanggup mengganggu laju aliran sungai mereka menuju muara masyarakat.
Mereka bergerak. Terus bergerak. Dan terus bergerak.
Dan romansa cinta mereka tumbuh kembang di sepanjang jalan perjuangan itu.


Sumber: Serial Cinta Anis Matta 
di Majalah Tarbawi

Posted on Tuesday, December 03, 2013 by Akhdan Mumtaz

No comments

Monday, December 2, 2013

       
Mari kita berhenti sejenak disini! Kita sudah relatif jauh berjalan bersama dalam kereta dakwah. Banyak yang sudah kita lihat dan yang kita raih. Tapi, banyak juga yang masih kita keluhkan: rintangan yang menghambat laju kereta, goncangan yang melelahkan fisik dan jiwa, suara-suara gaduh yang memekakan telinga dari mereka yang mengobrol tanpa ilmu di gerbong kereta ini, dan ditikungan-tikungan tajam yang menegangkan. Sementara, banyak pemandangan indah yang terlewatkan dan tak sempat kita potret, juga banyak kursi kosong dalam kereta dakwah ini yang semestinya bisa ditempati oleh penumpang-penumpang baru tapi tidak sempat muat. Dan masih banyak lagi!

          Jadi mari kita berhenti sejenak disini ! Kita memerlukan saat-saat itu; saat dimana kita melepaskan kepenatan yang mengurangi ketajaman hati, saat dimana kita membebaskan diri dari rutinitas yang mengurangi kepekaan spiritual, saat dimana kita melepaskan sejenak beban dakwah selama ini kita pikul yang mungkin menguras stamina kita. Kita memerlukan saat-saat seperti itu karena kita perlu membuka kembali peta perjalanan dakwah kita; melihat-lihat jauhnya jarak yang telah kita dan sisa perjalanan yang masih harus kita lalui; menengok kembali hasil-hasil yang telah kita raih; meneliti rintangan yang mungkin menghambat laju pertumbuhan dakwah kita; memandang ke alam sekitar karena banyak aspek dari lingkungan strategis kita telah berubah.

          Orang-orang yang mengurus dunia mungkin menyebutnya penghentian. Tapi sahabat-sahabat Rasulullah Saw menyebutnya majelis iman. Sebagai Ibnu Mas’ud berkata, “Duduklah bersama kami, biar kita beriman sejenak”. Hal yang menjadi kebutuhan setidaknya untuk dua hal. Pertama, untuk memantau keseimbangan antara berbagai perubahan pada lingkungan strategis dengan kondisi internal dakwah serta laju pertumbuhannya. Tujuannya tak lain agar kita memperbaharui dan mempertajam orientasi kita; melakukan penyelarasan dan penyeimbangan berkesinambungan antara kapasitas internal dakwah, peluang yang disediakan lingkungan eksternal dan target-target yang dapat kita raih.

          Kedua, untuk mengisi ulang hati kita dengan energi baru sekaligus membersihkan debu-debu yang melekat padanya selama menapaki jalan dakwah. Yang ingin kita raih adalah memperbaharui dan komitmen dan janji setia kita kepada Allah Swt. Bahwa kita akan tetap teguh memegang janji itu; bahwa kita akan tetap setia memikul beban amanat dakwah ini; bahwa kita akan tetap tegar menghadapi semua tantangan; bahwa yang kita harap dari semua ini hanyalah ridha-Nya. Hari-hari panjang, yang kita lalui bersama dakwah ini menguras seluruh energy jiwa yang kita miliki, maka majelis iman adalah tempat kita berhenti sejenak untuk mengisi hati dengan energi yang tercipta dari kesadaran baru, semangat baru, tekad baru, harapan baru, dan keberanian baru. (AM)

          Maka dengan ini kita paham, tidak ada penghentian yang semu dengan dalih melepas lelah, melepas jenuh dijalan ini. Dakwah tidak pernah mengenal istilah cuti, off, atau pun pensiun. Yang ada adalah kita sejenak memindahkannya menjadi aktivitas lain. Aktivitas lain itu pun masih dalam kerangka Majelis Iman. Bukankah firman-Nya berbunyi, “Apabila telah selesai suatu urusan maka beralihlah ke urusan yang lain”. Maka sejatinya istirahat hanyalah berpindahnya kita dari satu urusan menuju urusan yang lain. Dan istirahat hakiki itu hanya ada di syurga-Nya Allah Swt, sebaik-baik tempat beristirahat.  
Ya, berhenti sejenak untuk sebuah loncatan semangat yang luar biasa. Dan semua karena Allah, karena Allah, karena Allah Swt. 


Yk.28.11.2013

Idzkhir al-Mu’adz

Posted on Monday, December 02, 2013 by Akhdan Mumtaz

No comments

Wednesday, November 20, 2013

Selasa, 19 November 2013. Apa yang berbeda dari hari ini di UGM? Tidak lain karena hari ini adalah periode wisuda terakhir di tahun 2013 disini, Wisuda November J. Alhamdulillah, beberapa sahabat disini meraih toga wisuda itu di hari ini. Diantaranya :

Sahabat seperjuangan di Super Team Biro Khusus Kaderisasi KMT X4

Mereka adalah Tito Rizal Prabowo dan Umi Kulsum Maharani Priandini. Gratuliere! Untuk tim ini saya hanya berekspresi bahwa Kita memang beda dari yang lain. Dari 5 orang di tim ini, justru yang pertama meraih toga wisuda itu adalah Nur Rochman Nabawi. Padahal beliau berasal dari Jurusan Teknik Geologi yang terkenal “sangat penuh keras” perjuangan untuk LULUS-nya. Tapi mungkin itulah yang justru jadi pelecut bagi beliau untuk menjadi yang berbeda. Kalian memang Super. Sampai hari ini saya masih bangga membersamai kalian di Tim BKK KMT X4.
Mohon do’anya untuk kami (Saya, Fajli, Cecep, Mbak Tanti, Lina, Dhita, Uti, dan PH KMT yang lain) yang masih berjuang meraih toga wisuda itu.

  2. Sahabat seperjuangan di SKI JTMI UGM
Lebih tepatnya saat saya diamanahkan disana sebagai Ketua Panitia acara Ramadhan terakhir yang pernah ada di Jurusan Teknik Mesin dan Industri, RAMEIN “Ramadhan Mesin Industri”. Teman seperjuangan yang wisuda pada hari ini adalah Jihad Mujahidin Mahmud, Widhi Yoga Saryanto, Satrio Nugroho, Budi Anggoro (Budi Fordistek-read), Fanny Purwati, Ima Nurmala, Nila Khusnika Sari. Super sekali. Ternyata akhirnya kalian bisa meraih toga wisuda itu di periode terakhir di tahun 2013 ini. Bangga pernah membersamai teman-teman dulu di SKI JTMI. Jargon kita dulu saat Ramadhan tentang Jurusan Teknik Makin Islami itu tetap keren kedengarannya untuk diucapkan.    
3
  3. Rekan Seperjuangan di PKP AAI Teknik UGM
Rekan yang saya dan teman-teman pernah gelari “Mas’ul Lembaga terbaik di tahun 2012” meskipun AAI sebenarnya bukan lembaga. Beliau adalah Muhammad Arief Ariyanto. Masih ingat bagaimana berkorbannya Arief untuk tidak KKN lebih dulu saat menjadi Koordinator PKP AAI Teknik sedangkan kami justru lebih dulu KKN. Ya, Arief membuktikan lebih dulu atau tidaknya KKN bukan jadi indikator meraih toga wisuda lebih dulu atau lebih akhir J. You Prove It Bro. Das ist Super!  
Mohon do’anya Pak Koord untuk kami pejuang PKP AAI Teknik yang masih berjuang untuk segera meraih toga wisuda itu (Saya, Nugraha, Wimas,  Hardy, Bayu, Ema, Feni, Umiyati, dkk).

S4. Saudara seperjuangan di LP Insani Yogyakarta
Tidak lain dua orang yang penuh dengan impian Indonesia masa depan, yakni Ahmad Fikry Mubarok dan Rendy Adriyan Diningrat. Ya, bersama kalian kita sama-sama mengeja dan menganalisis permasalahan umat dan bangsa ini untuk sebuah solusi. Dan saat ini kalian lebih dulu berpindah ke fase realita itu dengan raihan toga wisuda hari ini. Semoga tetap istiqomah dengan segala peran kebermanfaatan itu. Mohon do’anya untuk segera menyusul ke fase yang lebih besar itu bersama saudara-saudara Insani yang lain. Cerah, Slamet, dkk.   

Dan masih banyak lagi memang beberapa rekan yang meraih toga wisuda itu pada hari ini. Ahmad Faqih Mahalli, Didik Hari Purwanto, Kamal Firmansyah, dkk. Selamat selamat dan selamat. Barakallah. Semoga ilmunya memberi kebermanfaatan. Tidak hanya bagi diri kita pribadi tapi juga bagi lingkungan kita.

Inspirasi Wisuda dari rekan-rekan hari ini semakin menjadi lecutan api semangat untuk saatnya membagi fokusan pikiran ini secara tepat. Ya, sampai saat ini memang hal inilah yang harus benar-benar dievaluasi. Beberapa hal masih membuat pikiran dan fokusan ini tertuju pada amanah-amanah lain. Karena bagaimana mungkin pikiran kita bisa nyaman mengejar setiap targetan-targetan Tugas Akhir, ketika masih banyak masalah yang butuh diselesaikan. Ketika masih banyak hal harus senantiasa kita pastikan. Ketika masih banyak hal yang harus diampu secara baik dan berakhir dengan baik. Apalagi itu juga amanah yang harus dipertanggungjawabkan disamping amanah Wisuda ini.

Maka tekad November ini haruslah jadi pijakan loncatan menuju target yang selalu menjadi do’a bersama beberapa rekan-rekan lain.
Februari Ceria..
Bismillah..
Insya Allah..
Allahu Akbar…

Yk.19.11.2013
*sejenak beralih dari simulasi dan g-code tugas akhir
Idzkhir al-Mu’adz

Posted on Wednesday, November 20, 2013 by Akhdan Mumtaz

No comments

Friday, November 1, 2013

         
Seorang guru pernah bertanya kepada muridnya saat memperlihatkan dua benda, Gula dan Garam. Beliau bertanya mana yang gula, mana yang garam? Kira-kira bagaimana kita akan menjawab pertanyaan itu? Dengan memperhatikan bentuknya yang nyaris sama. Atau dengan merasakan ukuran dan kehalusan dari dua benda yang nyaris sama itu? Atau dengan bentuk analisis-analisis lain yang meyakinkan. Kita yang cerdas pasti akan menjawab bahwa kita akan mengetahuinya dengan mencicipi dua benda itu. Mencicipi gula dan garam itu.

          Begitu pun dakwah. Kita akan mengetahui pahit manisnya dakwah dan daya tariknya dengan merasakannya lebih dalam. Kita tidak akan tahu hanya dengan membaca, mendeskripsikannya tanpa ikut merasakan langsung bahkan ikut lebih dalam. Ungkapan yang juga berlaku untuk kita yang akan berkata jenuh dalam dakwah dan amanah.

          Ketika kita berungkap jenuh bahwa sepertinya yang kita lakukan stagnan tanpa ada pergeseran sedikit pun. Maka pastikan dulu sejauh apakah totalitas kita untuk mengampu amanah itu. Karena sesungguhnya yang menyebabkan apa yang kita lakukan itu stagnan tak bergerak adalah diri kita sendiri. Bukankah seorang Muslim itu harus senantiasa bergerak. Karena seorang Muslim itu berprinsip bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemaren.  

          Ketika kita berungkap jenuh karena alasan bahwa sistem yang dijalankan salah dan akut. Maka pastikan dulu, sistem yang kita jalankan sudah sejauh apa kita jalani. Sudah keseluruhan sistemnya atau jangan-jangan kita baru menjalankan sebagian kecil dari sistem itu. Namun sudah sangat yakin untuk berkesimpulan bahwa sistemnyalah yang salah.

       Ketika kita berungkap jenuh karena alasan bahwa sekarang bukan masanya memikirkan apa yang kita jalankan sekarang. Sudah beda zaman. Sudah beda fase. Maka pastikan dulu, hal yang sekarang kita jalankan itu sudah selesai sehingga pantas untuk beralih ke hal lain. Jangan-jangan untuk fase yang kecil saja kita belum selesai sudah berbicara beralih ke fase yang lebih besar.

     Ya, JENUH? Bisa jadi kita hanya mencari-cari alasan untuk sekedar meninggalkan dakwah dan amanah ini. Karena kita belum menikmatinya. Karena kita masih menganggapnya beban. Karena menganggapnya jebakan. Karena belum benar-benar tercelup total kedalamnya. Karena belum benar-benar ikhlas karena-Nya.

        Ya, JENUH? Siapakah yang lebih pantas jenuh selain mereka yang telah menerjunkan dirinya kedalam dakwah dan amanah ini lebih dahulu. Bukankah mereka secara kasat mata berkutak di hal yang sama selama bertahun-tahun. Tidakkah Itu Jenuh? Tidakkah itu membosankan? Tidakkah itu menjemukan? Tapi kita sangat tahu bagaimana mereka hingga hari ini. Bertahan di hal yang sama.

Ya, JENUH? Bisa jadi…


Yk.1.11.2013
*renung Jumat
Didepan rak buku Andalusia

Idzkhir al-Mu’adz

Posted on Friday, November 01, 2013 by Akhdan Mumtaz

No comments

“kita semua sama, terpenjara dalam kesendirian hanya saja,
ada yang terkurung di ruang gelap tanpa cahaya,
sementara yang lain menghuni kamar berjendela”
-Kahlil Gibran-
         
Ada dua prinsip yang selalu saya pegang ketika mengampu amanah didalam sebuah organisasi. Prinsip yang sangat saya pegang terutama untuk amanah yang berkaitan dengan bagaimana mengelola banyak orang. Prinsi yang saya pegang entah apapun badai yang menerpa. Prinsip yang saya pegang karena dulu itu dinasehatkan kepada saya ketika ada keraguan untuk mengampu amanah. Lebih tepatnya ragu akan diri sendiri.

Prinsip pertama, “Jangan pernah marah kepada anggota-anggotamu seberapapun emosinya dirimu”. Berat? Mungkin beberapa dari kita akan berpendapat sepeti itu. Namun, sejatinya ini hanya lah standar sederhana seorang pemimpin. Karena menjadi seorang pemimpin berarti menjadi seseorang yang paling luas kesabarannya. Bersabar kepada siapa? Bersabar kepada mereka yang ia pimpin. Bahkan batas kesabaran minimal seorang pemimpin itu adalah sebanyak anggota yang dipimpin. Apabila kita menjadi pemimpin untuk lima orang. Maka kita harus bersabar untuk lima orang itu. Bayangkan? Untuk seorang pemimpin negara bahkan dunia? Kesabarannya haruslah sebanyak rakyat yang dipimpinnya.

Maka prinsip inilah yang selalu saya pegang. Prinsip ketika banyak hal dan masalah terjadi oleh anggota-anggota. Dari hal yang mungkin bagi sebagian orang berkata bahwa memang patut untuk marah atau hal yang patut membuat kita mengernyitkan dahi tanda tak percaya. Marah? Emosi? Ya Rab, betapa sering terlintas di pikiran ini untuk kemudian menumpahkan kemarahan. Yang mungkin dapat dikuatkan dengan dalih bahwa sudah sepantasnya seorang pemimpin untuk marah sebagai cara untuk mengingatkan anggotanya. Tapi, apakah semua selesai dengan kita marah dan menumpahkan emosi sesaat? Sungguh bagi saya itu sangatlah tidak bijak.

Ya, dengan prinsip ini, beberapa dari kita mungkin memberikan pendapat bahwa sebagai pemimpin kita tidak apa satu waktu untuk marah. Bukankah marah wujud kita mengingatkan dan sayang. Maka bagi saya, itu mungkin benar tapi bukankah ada wujud lain yang lebih tepat.

Prinsip kedua, “Jangan pernah mengeluh didepan anggotamu. Karena apabila seorang pemimpin sudah mengeluh, apa jadinya anggotamu”. Ya, mengeluh adalah hal yang paling lumrah untuk setiap diri kita lakukan. Apalagi bagi seorang pemimpin. Apabila kita bertanya kepada seorang pemimpin apa impian mereka, target-target mereka, maka saya yakin mereka semua punya itu. Jika seorang pemimpin tidak punya impian dan target itu, maka tidaklah pantas dia menjadi pemimpin.

Namun, bagaimanakah seorang pemimpin merealisasikan setiap impian & target? Tidak lain melalui anggota-anggota yang berjuang bersama dengan dirinya. Maka disinilah dilematis seorang pemimpin. Bisa jadi impian itu tinggi namun anggota-anggotanya belum siap dan mampu meraihnya. Lalu apa yang seorang pemimpin lakukan? Mengeluh? Atau menumpahkan keluhan itu diiringi rasa sesal dan marah?  

Bagi saya, disinilah seorang pemimpin akan berdamai dengan dirinya dan target-targetnya. Kalimat yang selalu saya sampaikan untuk kondisi ini adalah
“Ingin rasa mengajak mereka berlari, Namun bagaimana mungkin engkau berlari sedangkan mereka masih merangkak, berjalan bahkan butuh dituntun dan didampingi”
Ya, itulah bentuk seorang pemimpin berdamai dengan dirinya, berdamai dengan cita-citanya, berdamai dengan impiannya.     

      Sehingga apa jadinya jika seorang pemimpin itu mengeluh. Mengeluh didepan anggota-anggotanya. Bisa jadi dengan mengeluhnya dia, mereka yang awalnya bisa merangkak atau berjalan menjadi tidak bisa bergerak lagi. Tidak bergerak karena tidak ada alasan untuk bergerak, tidak bergerak karena tidak ada daya untuk bergerak lagi. Karena mengeluhnya seorang pemimpin didepan anggota-anggotanya adalah wujud keputusasaan diri seorang pemimpin. Apabila seorang pemimpin sudah berputus asa. Apa jadinya anggota-anggotanya. Tentu mereka menjadi orang yang lebih berputus asa.
         
Wallahu a’lam
Yk.1.11.2013
*Diruang tengah Andalusia

Idzkhir al-Mu’adz

Posted on Friday, November 01, 2013 by Akhdan Mumtaz

No comments

Tuesday, September 10, 2013

Tanpa sengaja menemukan file tua yang cukup lama tersimpan. Sehingga mohon maaf karena lupa darimana sumber dari tulisan ini. Sebuah pencarian yang bermula dari sebuap pertanyaan tentang apa itu "Indonesia". Semoga tulisan yang statusnya repos ini bermanfaat.

Sebelum nama Indonesia digunakan, dahulu kawasan kepulauan dari Sabang sampai Merauke ini dikenal dengan banyak nama.Bangsa India saat itu menamakan Indonesia dengan nama Dwipantara penggalan dari bahasa Sanskerta, Dwipa (pulau) dan antara (seberang). Nama Hindia digunakan ketika bangsa Eropa mulai masuk ke wilayah Indonesia. Saat itu mereka menyebut Indonesia dengan nama Indische Archipel (Kepulauan Hindia). Nama Hindia sendiri adalah sebutan orang Eropa untuk wilayah asia. Seiring pendudukan Belanda, nama itu berubah menjadi Hindia Belanda atau Hindia yang milik Belanda.

Bibit-bibit nama Indonesia muncul pertama kali dalam sebuah artikel di Jurnal terbitan Singapura Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA). Pada Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, salah seorang redaksi JIAEA George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nation. Ia mengungkapkan buah pikirannya, bahwa sudah saatnya "Hindia Belanda" memiliki nama yang khas, agar terlepas dari kerancuan dengan banyaknya "Hindia-Hindia" yang lain. Earl mengusulkan alternatif, yakni Indunesia atau Malayunesia. Earl memilih nama Malayunesia, karena menurutnya, penduduk di Nusantara mayoritas menggunakan bahasa Melayu.

James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang juga merupakan pengelola JIAEA menulis artikel yang masih terkait dengan tulisan Earl. Tapi ia lebih condong memilih "Indunesia" dengan vokal O menjadi "Indonesia". Sejak itulah nama Indonesia dipakai oleh Logan dalam banyak artikelnya dan ia terus-menerus menggunakan nama itu. Meski nama itu bermakna secara etnology dan Geografi untuk merujuk pada suatu kawasan di Nusantara. nama itu kemudian bermakna politis untuk memperjuangkan suatu negara merdeka bernama Indonesia.

Sekitar tahun 1920-an, oleh Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950) atau dikenal sebagai Dr. Setiabudi, nama Nusantara pertama kali dilontarkan. Nusantara berarti "Nusa (pulau-pulau) yang berada di dua benua dan dua samudera", diambil dari kitab Pararaton, kitab kuno zaman Majapahit. Meski nama Indonesia muncul, kata Nusantara tetap populer pada zaman itu hingga sekarang.

*Kepada para blogwalking yang mengetahui sumber tulisan ini, 
Mohon untuk bisa langsung dilink-an disini. Terimakasih


Yk.9.10.2013
Menutup malam 
di pojok kamar Wisma Andalusia


Idzkhir al-Mu'adz

Posted on Tuesday, September 10, 2013 by Akhdan Mumtaz

No comments

Tuesday, August 27, 2013

Jikalau mereka egois,
maka mungkin kita akan menjadi orang paling egois..

Saat yang lain sudah berpikir tentang masa depan diri,
Kita seolah masih terjebak dimasa ini,

Saat yang lain berlari kejar dengan cita,
Kita tetap harus disini,
menangguhkan lari sejenak beberapa jarak didepan finish..

Saat yang lain berujar tentang mimpi-mimpi,
Kita justru seakan tak bisa bermimpi
karena lama berada dalam realita ini,

Ya, kita mungkin akan jadi orang paling egois
ketika mereka dengan nikmatnya egois.
.
Mereka yang sebenarny bisa membri ruang untuk kita
bisa bermimpi, bias berlari kejar dengan cita,
asal mreka sedikit menghilangkan egoismenya,
hal yang tak akan memperlambat mereka sedikitpun

Namun itulah egoisme diri,
yang wajib Kita ketahui hanya diri, diri, dan diri kita sndiri.
Tak peduli orang lain menanggung akibat
atas egoisme dirinya..

Itulah egoisme diri,
yang meninggalkan apa yang memang harus diselesaikannya,
hanya karena alasan tuntutan diri,

Itulah egoisme diri,
yang ketika coba diingatkan,
seolah tak mendengar bahka jua tak pduli


Sungguh,
Jikalau mereka egois,
maka mungkin kita akan menjadi orang yang berhak
menjadi yang paling egois..


Yk.26.8.2013
Idzkhir al-Mu’adz

Posted on Tuesday, August 27, 2013 by Akhdan Mumtaz

No comments

Wednesday, August 21, 2013

Imam asy-Syafi rahimahullah sebelum berangkat belajar ke Madinah belajar kepada Imam Malik rahimahullah, beliau berkata Ibu nya : "Wahai ibu, berilah saya nasehat.!"

Ibunya berkata : "Wahai anak ku, berjanjilah kepada ku untuk tidak berdusta."

Imam asy-Syafi'i rahimahullah berkata : "Saya berjanji kepada Allah lalu kepada mu untuk tidak berdusta."

Beliau waktu usia nya masih kecil, dibekali oleh ibu nya uang 400 dirham.

Beliau menaiki hewan tunggangan nya dan keluar bersama rombongan menuju Madinah, Imam asy-Syafi menyimpan uang itu didalam sebuah kantong yang ia jahit disela - sela bajunya.

Ditengah - tengah perjalanan ada rampok yang merampas seluruh harta rombongan tersebut, tatkala sampai dihadapan Imam asy-Syafi'i yang masih kecil, para perampok itu bertanya : "Apakah kamu membawa uang?"

Imam asy-Syafi'i yang masih kecil ini menjawab : "IYA"

Perampok : "Berapa?"

Asy-Syafi'i : "Saya membawa uang 400 dirham."

Para perampok tersebut tertawa sambil mengejek beliau dan berkata : "Pergilah, apakah kamu hendak mengolok - olok kami?" Pergilah sana. Apakah orang seperti mu membawa uang sebanyak empat ratus dirham?" (kata para perampok dengan tidak percaya).

Kemudian asy-Syafi'i berhenti disamping rombongan kafilah yang dirampok. para pemimpin rampok berkata kepada anak buah nya : "Apakah kalian telah mengambil semuanya?"

Mereka menjawab : "Ya"

Pemimpin rampok : "Apakah kalian tidak meninggalkan seorang pun?"

Mereka (anak buah) menjawab : "Tidak, kecuali seorang anak kecil yang mengaku telah membawa uang sebanyak 400 dirham, namun anak tersebut gila atau hanya ingin mengolok - olok kita, sehingga kami pun menyuruhnya pergi."

Pemimpin rampok berkata : "Bawa anak itu kemari."

Mereka pun membawa Syafi'i kecil. Kemudian pemimpin rampok itu bertanya kepada beliau : "Apakah kamu membawa uang, wahai anak kecil?"

Syafi'i kecil menjawab : "Ya"

Pemimpin Rampok berkata : "Berapa uang yang kamu bawa?"

Syafi'i kecil "Empat ratus dirham."

Pemimpin perampok itu bertanya lagi, "Dimana uang itu?"

Lalu Syafi'i kecil mengeluarkan uang tersebut dari balik pakian nya dan menyerahkan nya kepada pemimpin kawanan perampok tersebut.

Pemimpin rampok itu menuangkan uang - uang tersebut kepangkuan nya, lalu ia memandangi syafi'i kecil dengan keheranan dan berkata : "Kenapa kamu jujur kepada ku ketika aku tadi bertanya kepada mu, dan kamu tidak berdusta kepadaku, padahal kamu tahu bahwa uang mu akan hilang?"

Syafi'i pun menjawab : "Saya jujur kepada mu karena saya telah berjanji kepada ibu ku untuk tidak berdusta kepada siapa pun."

Mendengar penuturan Syafi'i kecil itu, tiba - tiba tangan pemimpin rampok itu berhenti memain - mainkan uang 400 dirham tersebut, karena hatinya telah bergetar karena hidayah dari Allah.

Lalu pemimpin rampok itu berkata sambil mengembalikan uang tersebut kepada Syafi'i kecil : "Ambillah uang mu, kamu takut untuk mengkhianati janji mu kepada ibu mu, sedangkan aku tidak takut berkhianat kepada janji Allah Subhanhu wa ta'ala? Pergilah, wahai anak kecil dalam keadaan aman dan tenang, karena aku telah bertaubat kepada Zat yang Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang melalui kedua tangan mu dengan taubat ini dan aku tidak akan pernah mendurhakai-Nya lagi selamanya."

Kemudian pemimpin kawanan perampok itu memandang anak buahnya dan berkata :

إنّ الله يامركم أن تؤدّوا الأمانات إلى أهلها
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada orang yang berhak menerima nya..." [An-Nisa ayat 58]

Lalu anak buahnya berkata sambil membawa harta dan berbagai perhiasan rombongan kafilah yang mereka rampok tadi dan mengembalikan nya, dan mereka berkata kepada pemimpin mereka "Wahai tuan kami, anda telah bertaubat dengan Zat Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang, sedangkan anda adalah pemimpin kami. Oleh karena itu kami lebih pantas untuk bertaubat daripada anda."

Akhirnya mereka semua bertaubat kepada Allah, lewat kejujuran Imam asy-Syafi'i kecil. [Diringkas dan disadur dari buku Biografi Imam Syafi'i hal 17-20, Abdul Aziz asy-Syinawi. Judul aslinya Al-Aimmah Al-Arba'ah Hayatuhum Mawaqifuhum Ara'ahum Qadhiyusy Syariah al-Imam asy-Syafi'i]


*Repost dari Tulisan Taman-taman Para Penuntut Ilmu

Posted on Wednesday, August 21, 2013 by Akhdan Mumtaz

No comments

Sunday, July 28, 2013

Kisah Rumah Qur'an Anak part #1       

       
Sudah setengah perjalanan Ramadhan 1434 tahun ini dilalui. Tak terhitung anugrah Allah diperoleh di bulan penuh berkah ini. Dari ilmu, pengalaman baru, cerita, dan hikmah lainnya. Namun, dari sekian banyak hikmah bulan ini, bagi saya ada satu hal luar biasa yang saya peroleh dibulan ini. Satu pengalaman yang berbeda dari apa yang pernah dijalani sebelum-sebelumnya. Yakni pengalaman pertama menjadi seorang pengajar di Rumah Qur’an Anak. 

          Kehendak Allah untuk menjadikan saya seorang pengajar bisa dibilang pada mulanya karena jawaban terdesak dan terpaksa. Pertama kali ditawarkan bukanlah menjadi pengajar untuk anak-anak melainkan menjadi pengajar tahsin mahasiswa fakultas tetangga ujung timur sana. Ketika penawaran itu adalah untuk mahasiswa saya menyetujui dan bersedia. Tidak lain karena memang keseharian dan latar belakang amanah yang selalu berinteraksi dengan mahasiswa dapat menjadi bekal untuk menjalani peran ini. Ya, mahasiswa dengan segala kekakuan dan pendekatan yang dapat dilakukan. Akan tetapi, semua berubah ketika akhirnya penawaran itu berubah menjadi seorang pengajar bagi anak-anak. Allahu Akbar.

          Ya, dengan awal mulanya keterdesakan dan keterbutuhan maka akhirnya saya pun menyetujui. Toh, ini juga peluang berbuat baik yang besar. Apalagi setahu saya Rumah Qur’an itu masih dekat lokasinya, di sebelah Masjid Nurul Islam Jakal. Sebuah awal ketidaksadaran saya untuk pengalaman baru. Karena ternyata lokasi Rumah Qur’an yang dimaksud berbeda. Peran sebagai Musyrif atau Ustadz bagi anak-anak ini ternyata berlokasi di Rumah Qur’an Anak yang terletak didaerah utara Stadion Maguwoharjo. Jarak tempuh kesana nyaris 30 menit. Sehingga ketika jadwal mengajar adalah jam 4 maka sebelum Ashar saya sebaiknya sudah harus berangkat. Subhanallah. Ketidaksadaran yang sungguh memberikan hikmah. Bahwa apabila kita memang berniat berbuat baik karena Allah, jarak yang jauh bukanlah sebuah halangan. Hikmah pertama.   

          Hal menarik lainnya untuk peran sebagai pengajar Rumah Qur’an Anak ini adalah sistem komunikasi untuk mengajar. Mungkin bagi kita yang terbiasa mengelola pembinaan dikalangan mahasiswa ataupun siswa caranya bisa sangat sederhana. Cukup dengan menghubungi binaan siswa atau mahasiswa tersebut secara langsung. Via sms, chat, whatsapp, dll. Hal yang berbeda dengan binaan anak-anak usia 5-8 tahun. Anak-anak usia kelas 1 SD ini belum mempunyai HP, gadget, dsj. Maka cara berkomunikasi terbaik adalah via orang tua mereka. Dan untuk hal ini saya harus memilih-milih kata-kata yang tepat. Ketika mengirim sms, saya bisa mengedit ulang sms itu 7 kali hanya untuk memastikan kata-kata yang dipilih adalah tepat/tidak. Itu pun tidak bisa dikirim secara dadakan. Karena kesibukan orang tua tentu harus disesuaikan dengan bagaimana mereka mengantarkan anak-anak mereka. Ya, kata-kata adalah senjata. Sedangkan kalimat untuk berkomunikasi terbentuk dari kata-kata yang baik. Itu pun harus bersesuaikan dengan konteks siapa, bagaimana dan kapan kita berkomunikasi. Apalagi untuk mengajak ke jalan kebaikan. Maka berkata-katalah secara baik dan bermanfaat. Hikmah kedua.  

          Oya, terkait berkomunikasi dengan orang tua ini setidaknya ada beberapa pengalaman mengesankan selama dua pekan mengajar J. Pengalaman pertama, ketika saya khilaf memahami jadwal mengajar di hari Ahad. Saya berkhusnudzhon dikarenakan jadwal bersamaan dengan kelompok lain maka jadwal itu langsung dipegang oleh pengelola Rumah Qur’an Anak layaknya TPA. Sampai sore itu, seorang ibu dari adik-adik kelompok binaan tiba-tiba menelpon. “Mas, hari ini ada belajarkah?”, pertanyaan sang ibu. Secara spontan, saya kaget. Na’udzubillah. Saya pun bertanya, “Apakah ada pengelola Rumah Qur’an ada disana?”. Dan ternyata tidak. Hal yang berarti pengajar untuk hari Ahad tetap saya. Jarak yang lumayan dengan waktu tempuh yang juga lumayan tentu tidak memungkinkan untuk saat itu untuk langsung berangkat. Apalagi sang ibu melanjutkan telponnya, “Klo memang tidak ada jadwal kami pulang ya Mas”. Saya pun memohon maaf dan mengiyakan. Namun, kejadian ini ternyata tidak selesai ditelpon itu. Karena ada kejadian yang akhirnya mengiringi peristiwa itu J. Mungkin saya lanjutkan cerita khusus terkait ini pada tulisan lain. Sampai akhirnya dari pengelola melakukan evaluasi terkait jadwal dan sistem mengajar untuk keseluruhan Musyrif dan Musyrifah.

          Pengalaman kedua, untuk konfirmasi dan pertanyaan atau pun pemberitahuan terkait kehadiran dan jadwal dan lain-lain. Entah kenapa ada kesan sendiri setiap memberikan info jadwal belajar hari itu. Orang tua, baik Bapak ataupun Ibu akan memberikan jawaban, “Nggih Mas, Insya Allah hari ini X (nama anak) berangkat. Nuwun”. Atau pun saat dengan terpaksa adik-adik binaan hari itu berhalangan untuk hadir. Malam harinya setelah mengajar akan masuk pesan singkat yang mengungkapkan permohonan maaf atas ketidakhadiran sang anak hari itu dengan penjelasan alasannya. Luar biasa. Setidaknya dua pengalaman ini bagi saya sangat berkesan dan berbeda ketika menjalani peran ini J.

          Pada akhirnya, semua amanah ini hanyalah jalan untuk meraih ridho Allah Swt. Semoga Allah senantiasa menerima sebagai amal baik. Dan hal yang sempat terlintas dipikiran saya setiap melalui perjalanan dari Pogung ke Rumah Qur’an Anak, bisa jadi ini adalah bentuk terimakasih saya kepada para guru-guru yang dulu telah mengajarkan saya tentang cara membaca Al Qur’an. Karena mereka pun dulu tentu menjalani perjuangan yang luar biasa hanya untuk mengajarkan kalam Allah ini.
Wallahu a’lam bi shawab          

Yk.28.7.2013
*di hari terakhir untuk mengajar
Di Rumah Qur’an Anak
sebelum Libur Idul Fitri



Idzkhir al-Mu’adz

Posted on Sunday, July 28, 2013 by Akhdan Mumtaz

No comments

Monday, July 1, 2013

“Wahai manusia ! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah, rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah yang paling utama. Inilah bulan ketika engkau diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-nya.

Pada bulan ini nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doa mu di ijabah.bermohonlah kepada Allah, rabbmu dengan  niat yang tulus dan hati yang suci, agar Allah membimbingmu untuk melakukan shaum dan membaca kitab-nya.

Sungguh celaka orang yang tidak mendapatkan ampunan Allah pada bulan yang agung ini.kenanglah lapar dan hausmu sebagai kelaparan dan kehausan pada hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fakir dan miskin, muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda dan sambungkanlah tali persaudaraanmu, dan jaga lidahmu. Tahanlah pandanganmu dari yang tidak halal, jagalah pendengaranmu dari yang tidak halal kamu mendengarnya. Kasihilah anak-anak yatim. Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tanganmu untuk berdoa dalam shalat-shalatmu, karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah azza wa jalla memandang hamba-hambanya dengan penuh kasih . Dia menjawab mereka ketika mereka menyerunya. Menyambut mereka yang memanggilnya dan mengabulkan doa mereka.

“Wahai manusia ! Sesungguhya diri kalian tergadai karena amal-amal kalian , maka bebaskanlah dengan  istighfar. Puggung-punggungmu berat karena beban dosa-dosamu maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu. Ketahuilah Allah swt bersumpah dengan segala kebesaran-nya bahwa dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud dan tidak akan mengancam mereka pada hari manusia berdiri dihadapan rabbula’lamin

“Wahai manusia ! Barang siapa diantaramu memberikan makanan untuk berbuka kepada orang-orang mukmin yang melaksanakan shaum pada bulan ini, maka disisi Allah nilainya sama dengan  membebaskan seorang budak, dan ia diberi ampunan atas dosa-dosanya yang lalu. Para sahabat bertanya, “ Ya Rasulullah tidaklah kami semua mampu berbuat demikian”. Rasulullah meneruskan khutbahnya, ”Jagalah diri kalian dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma, jagalah diri kalian walaupun dengan seteguk air.”

“Wahai manusia ! Barangsiapa memperbaiki ahlaknya pada bulan ini dia akan berhasil melewati shirat pada hari ketika kaki-kaki tergelincir.
Barangsiapa meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki, tangankanannya (pegawai/pembantu) pada bulan ini Allah akan meringankan pemeriksaan-nya pada hari kiamat. Barangsiapa menahan kejelekkannya pada bulan ini, Allah akan menahan mulutnya pada hari dia berjumpa dengan-nya.
Barangsiapa memuliakan anak yatim pada bulan ini, Allah akan memuliakannya pada hari dia berjumpa dengan-nya.
Barang  siapa   menyambungkan   tali   persaudaraan  (silaturahim) pada bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-nya pada hari dia berjumpa dengan-nya
Barangsiapa memutuskan kekeluargaan pada bulan ini. Allah  akan memutuskan daripadanya rahmat-nya pada hari dia berjumpa dengannya.
Barangsiapa melakukan  shalat sunat pada bulan ini. Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api nereka
Barangsiapa melakukan shalat fardlu, baginya ganjaran seperti melakukan tujuhpuluh shalat fardlu pada bulan yang lain.
Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku pada bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari timbangan meringan.
Barangsiapa pada hari ini membaca 1 ayat alqur’an maka pahalanya samaseperti menghatamkan al’quran pada bulan-bulan lain.

“Wahai manusia sesungguhnya pintu-pintu surga  dibukakan bagimu, maka mintalah kepada tuhan-mu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonkanlah pada rabb-mu agar tidak akan pernah dibukakan bagimu. Syetan-syetan  dibelenggu maka mintalah agar mereka tidak pernah lagi menguasaimu. Amirul mukminin, Ali Bin Abi Thalib Ra. Berdiri dan berkata :” Ya Rasulullah Amal Apa Yang Paling Utama Pada Bulan Ini?” Jawab rasulullah saw.:” ya, abul hasan amal yang paling utama pada bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah swt”. ( hr.ibnu khuzaimah,ibnu hibban dan baihaqi ).

Kita tidak akan pernah berjumpa dengan kemudahan ampunan, kecuali di bulan ramadhan ini, sebanyak dan semelimpah apapun dosa kita, sungguh Allah menjanjikan ampunan-nya dibulan ini.
Kalau kita merasa berat hidup dengan lumuran dosa dan maksiat, maka ketahuilah ampunan Allah di bulan Ramadhan lebih dahsyat dari pada dahsyatnya dosa-dosa kita.
Kalau kita merasa gersang dan kering, maka Ramadhan adalah sarana  yang paling cepat untuk mendapatkan rahmat-nya. Kalau kita dililit utang piutang, maka Allah adalah dzat maha
Kaya yang menjanjikan terkabulnya doa, dilunasinya apa yang kita butuhkan. Karenanya sungguh sangat rugi andai kita tidak bergembira ria. Tidak bersemangat dalam menghadapi bulan Ramadhan ini.

Ramadhan diawali dengan adzan berkumandang, maka itulah saat setan dibelenggu, dimulainya hitungan pahala amal yang berbeda, dibukanya pintu-pintu surga, ditutupnya pintu-pintu neraka. Maka sudah selayaknya kita harus bersungguh-sungguh berharap agar Allah menjamu kita, dengan menyiapkan diri kita menjadi orang yang layak di jamu Allah swt.
WAllahu a’lam.

Posted on Monday, July 01, 2013 by Akhdan Mumtaz

No comments

Saturday, June 29, 2013

Negeri para Anbiya…
seribu empat ratus tiga puluh tahun hijriyah yang lalu
17 Ramadhan 2 H
313 tentara kaum muslimin melibas 1.000 pasukan kafir Quraisy di Badar

Makkah..
seribu empat ratus dua puluh empat tahun hijriyah yang lalu
21 Ramadhan 8 H
10.000 pasukan kaum muslimin melakukan penaklukan Makkah secara damai

Yaman..
seribu empat ratus dua puluh dua hijriyah yang lalu
Ramadhan 10 H
Ali bin Abi Thalib bersama sepasukan tentara bertugas membawa surat dari Rasulullah. satu suku berpengaruh disana tanpa paksaan langsung menerima dan masuk Islam

Andalusia, Spanyol
seribu tiga ratus empat puluh tahun hijriyah yang lalu
Ramadhan 92 H
12.000 pasukan muslimin dapat menaklukkan 100.000 pasukan Raja Rhoderick
Diawali dengan pembakaran kapal-kapal yang diiringi kata-kata “Kita datang kesini tidak untuk kembali. Kita hanya punya dua pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap disini serta mengembangkan Islam atau kita semua binasa(syahid)”

Khurasan..
Seribu tiga ratus tiga tahun hijriyah yang lalu
Ramadhan 129 H
keberhasilan dan kemenangan da’wah Bani Abbas dibawah kepemimpinan Abu Mulim Al-Khurasany

Mesir,,
Ramadhan 361 H
Seribu tujuh puluh satu tahun hijriyah yang lalu
Universitas Al-Azhar dibuka di Kairo. Perguruan tinggi Islam terkemuka ini telah menghasilkan ratusan ribu alumni, ratusan ribu ulama.

Palestine..
Delapan ratus empat puluh delapan tahun hijriyah yang lalu
Ramadhan 584 H
Shalahuddin al-Ayubi memperoleh kemenangan besar-besaran atas pasukan Salib Eropa
Tentara Islam menguasai daerah-daerah yang sebelumnya diduduki orang-orang Kristen
Setelah sebelumnya memporak-porandakan kekuatan pasukan Salib di bawah komando Raja Richard  (Richard The Lion Heart) III dari Inggris yang akhirnya  bertekuk lutut di hadapan Shalahuddin al-Ayubi yang gagah
Kemenangan itu mengakhiri cengkeraman kekuasaan pasukan Salib atas bumi Palestina

Jakarta, Indonesia…
10 Ramadhan 1364 H
Enam puluh delapan tahun hijriyah yang lalu.
17 Agustus 1945 tahun masehi
Negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar didunia memplokramirkan kemerdekaannya.

Jogjakarta..
Ramadhan 1434 H
Akankah sejarah Ramadhan biasa-biasa saja??
Mana cinta?
Mana karya?
Mana makna?
Ramadhan seharusnya menjadi salah satu puncak kesuksesan bagi seorang pejuang




Yk.29.6.2013
*tulisan seseorang yang 
terlupa siapa  namun tertumpuk diantara file Ramadhan



Idzkhir al-Mu'adz

Posted on Saturday, June 29, 2013 by Akhdan Mumtaz

No comments