Rasa lelah mungkin merupakan salah satu beban yang memberatkan langkah kita, dalam upaya melanjutkan kehidupan, mengejar cita-cita, memperjuangkan kebahagiaan. Rasa lelah mungkin menjadi tersendiri yang sering mengendurkan semangat kita untuk terus berbuat dan bekerja. Karena, rasa lelah tentu saja membuat ketidaknyamanan bagi fisik, jiwa dan pikiran kita, yang selalu harus dalam kesegerannya menemani kita melangkah.

Kelelahan adalah sunah kauniyah, tradisi alamiah. Tabiat kehidupan. Dan menjadi sebuah siklus. Ia punya jadwalnya untuk datang. Ia punya waktunya untuk hadir. Dalam lingkaran perjalanan kita yang terus berputar ke depan, rasa lelah punya saatnya untuk menghampiri kita. Dan tak seorang pun dari kita yang benar-benar terbebas dari rasa lelah.

Lelah itu datang dalam usaha-usaha individu. Menjalankan amanah, mengurus keluarga, mencari nafkah, menjalani tugas-tugas kerja kita. Namun lelah juga menimpa kita dalam kerja-kerja kita meneruskan perjuangan Rasulullah saw menyebar rahmat, memberi pencerahan, menyerukan kebenaran kepada manusia untuk menjadikan Islam sebagai tuntunan kehidupan yang menyelamatkan.

Dan untuk medan yang satu ini sungguh sangatlah luas. Tapi tidak kita seorang. Medan ini sangat terjal, tapi kita tidak sendiri. Disana ada banyak orang, yang saling berlomba mendapatkan kemuliaan dari Allah dijalan ini. Tetapi karakter kehidupan disini memang sangat melelahkan. Tantangannya selalu berat, godaannya senantiasa memikat. Meski rintangan mungkin tak seberat yang dialami oleh para pendahulu kita dizaman lalu, namun tetap saja melelahkan dan terasa sepi. Sebab itu, banyak penyeru kebenaran yang berguguran disini karena tak tahan dengan lelahnya mengarungi perjalanan.

Menarik diri dari medan ini, itulah yang kita sebut futur, sebuah penyakit yang menyerang sebagian ahli ibadah, da’i dan penuntut ilmu. Sehingga menjadi lemah dan malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melalukan aktivitas kebaikan yang sudah ia tekuni.

Kehadiran penyakit ini terjadi karena banyak faktor. Ada yang karena tak kuasanya menanggung lelah menanti hasil menggembirakan dari medan ini. Apalagi ketika kelelahan menghadapi rintangan tak juga menampakkan hasil. Sehingga kita berkecil hati dan kecewa. Adapula karena semakin lemahnya pemahaman dan keikhlasan. Bahwa jalan ini bukan untuk mencari kekayaan materi, popularitas, pangkat dan jabatan. Sehingga ketika kelelahan tidak dibarengi dengan kesejahteraan yang meningkat, memunculkan kekecewaan yang membuat keikhlasan berbuat menjadi semakin terkikis. Padahal semuanya semata-mata kita lakukan untuk kemuliaan disisi Allah swt.

Rasa lelah itu memberikan kita kesadaran tentang bagaimana kita sebagai manusia sangat rentan dengan rasa lelah. Sehingga membuat kita paham. Bahwa betapa Allah Maha Sempurna karena Dia tidak pernah lelah. Bahwa sehebat apapun, kita tidak bisa menjangkau semua hal. Sepandai apapun kita, ada jeda dan istirahat yang harus kita ambil, untuk menyegarkan fisik dan meredakan tekanan hati maupun pikiran. Kita manusia, kita punya lelah. Sehingga kita sadar betapa ketergantungannya kita kepada Allah yang Maha Perkasa lagi tidak pernah lelah.

Kesadaran tentang betapa tidak berdayanya kita untuk tertimpa rasa lelah juga lah yang membuat kita paham. Paham tentang keniscayaan kerasulan kepada Nabi Muhammad saw. Bahwa rasa lelah benar-benar menjadi bagian penting dari risalah Islam yang dibawanya. Rasulullah dengan jerih payah dan rasa lelahnya membimbing umatnya. Sebagaimana yang dikabarkan hadits, “Sesungguhnya orang yang paling berat beban dan ujiannya adalah para Nabi”. Atas perjuangan dengan rasa lelah Rasulullah itulah kita akhirnya mengenal Islam, mengenal Allah dan tahu kemana jalan yang harus kita ambil.

Oleh karena itu, ketika rasa lelah itu hadir dan menimpa, kita harus tegar dan tegap melangkah. Tak memperdulikan kelelahan yang selalu datang menyergap itu. Sebab kelelahan itu hanyalah jebakan siklus yang akan menghambat kita menemukan keberhasilan yang kita cari.
Selanjutnya kita berharap bahwa Allah menjadikan kita orang-orang yang selalu diberi kemudahan melalui siklus-siklus kelelahan itu, untuk mewujudkan cita dan harapan kita.

“Mencari yang halal seperti para pahlawan yang berlaga dimedan perang membela agama Allah. Barangsiapa tidur malam harinya karena ‘lelah’ mencari rezeki yang halal pada siang harinya, maka dia tidur pada malam harinya dengan mendapatkan keridhaan Allah” (HR Baihaqi)

“Tak akan ada kesenangan bagi yang tak punya kehendak kuat. Tak ada kesenangan bagi yang tak punya sabar. Tak ada karunia kenikmatan bagi yang tidak bersusah-susah. Tak ada kebahagiaan bagi yang tak berlelah-lelah” (Ibnu Qayyim)



Yk.11.5.2012

Idzkhir al-Mu’adz


*Disarikan dari beberapa tulisan
Ust. Ahmad Zairofi & Ust Sulthan Hadi
dalam Tarbawi edisi “Rasa Lelah Hanya Siklus, Lalui Saja”