Hal ini terbersit ketika ada salah seorang sahabat memunculkan pernyataan ini. Pernyataan tentang adanya zona nyaman dan zona tidak nyaman. Pemahaman yang mungkin bisa dipahami ketika melihat kondisi realitas gerakan aktivis hari ini. Ada yang merasa berada diwilayah nyaman, ketika dia bebas menunjukkan jati diri, bebas menunjukkan idealismenya, bebas bereksplorasi tanpa takut terbatas oleh wajah-wajah lain. Akan tetapi, ada yang menyatakan bahwa dia berada diwilayah tidak nyaman, kering dan tandus, dan harus menggunakan wajah lain untuk menunjukkan jati diri. Pada satu titik, saya pernah menganggap hal ini memang benar adanya. Namun, ketika sedikit mencoba memahami lebih dalam maka pandangan saya justru sebenarnya pandangan terhadap zona ini hanyalah akan membatasi diri kita untuk berada diwilayah yang lebih luas.

Saya memulai pandangan ini dengan latar belakang keberadaan saya dibeberapa tempat yang mungkin akan dianggap nyaman dan tidak nyaman.

Semua pemahaman ini mungkin bisa sedikit dibawa kebelakang ketika saya berada di organisasi yang berbeda karakter pada masa SMA. Mungkin bisa dibilang nyaris mencoba berada disemua karakter organisasi. Latar belakang saya di SMP adalah Ketua OSIS sehingga mungkin sebagian akan sedikit berbangga dengan cap tersebut. Karena kans untuk organisasi yang ada di SMA cukup besar. Dan pada perjalanannya saya benar-benar berada dibanyak tempat dengan beberapa karakter.

Tempat pertama saya adalah organisasi dengan karakter “dakwah” yakni ROHIS SMA Negeri 1 Pariaman. Ini bukan organisasi pertama saya sebenarnya, akan tetapi organisasi inilah yang pertama kali mengaktivasi saya ketika diamanahkan sebagai Sekretaris Panitia Gema Muharram SMA 1 Pariaman dilanjutkan dengan beberapa kepanitiaan lainnya (nyaris lupa namanya karena sudah beberapa tahun yang lalu). Dan ini mencapai pusat pusarannya ketika di tahun kedua saya diamanahkan sebagai Ketua ROHIS SMA 1 Pariaman. Sebuah peran ganda nantinya yang saya jalankan dengan kondisi yang berbeda. Hal ini akan dijelaskan ditulisan selanjutnya. Dan pada masa saya memasuki fase kampus, saya pun juga hadir di organisasi dengan karakter yang tidak jauh berbeda. Yakni Keluarga Muslim Teknik UGM dan Sentra Kerohanian Islam Jurusan Teknik Mesin Industri. Dan bisa saya nyatakan bahwa proses pembentukan terbesar saya pada fase ini adalah ketika diamanahkan sebagai Koordinator Biro Khusus Kaderisasi KMT.

Apa yang saya peroleh dari karakter organisasi ini mungkin paling banyak dianggap nyaman. Karena berada dilingkungan yang sangat sesuai dengan karakter yang harus diperlihatkan. Apa itu? Keislaman. Dan anggotanya pun harusnya sudah memahami atau sedikit memahami peran mereka disana. Meskipun mungkin masih ada yang terkategori ikut-ikutan dulu untuk memahami. Ketika kita dengan mudah mengumandangkan “Allahu Akbar”. Ketika kita sebenarnya dengan mudah memperlihatkan nama-nama dari agenda dengan Bahasa Arab seperti Madrasah, Tahsin, Dhouroh, dll.

Tapi apakah benar tempat ini bisa dikategorikan nyaman? Sungguh sudut pandang pada satu sisi saja. Betapa perang pemikiran terhadap semua label Islam itu menjadi sebuah ketidaknyamanan terhadap organisasi dengan karakter ini. Label radikal, ekstrimis, sarang teroris, tempat aliran sesat bisa merasuk, sarang rekrutmen aliran tertentu, dll seolah menjadi hal biasa untuk dirasakan. Saya teringat dengan sebuah fase sangat menegangkan pada masa SMA ketika setiap siswa putri yang berjilbab “dalam” dicurigai bahkan dipertanyakan ketika sebuah aliran tertentu heboh diberitakan media saat itu. Tidak hanya bagi yang putri, juga teman-teman yang putra berguguran karena diingatkan oleh orang tuanya untuk tidak terlalu berlebihan dalam aktivitas keislaman. Fase yang benar-benar jadi ujian pada masa itu. Dan pada fase kampus juga tidak jauh berbeda, ketika Takmir Musola menyampaikan untuk selalu berkonsultasi terhadap tema setiap kajian karena disinyalir akan diawasi pihak tertentu yang berwenang.

Dari faktor internal organisasi juga mungkin agak unik dibanding organisasi lain. Organisasi tipe ini sangat mudah untuk ditinggalkan karena berbagai faktor. Dari mereka yang beralasan merasa tidak pantas dengan kondisinya saat ini berada di tipe organisasi ini ataupun karena merasa tidak ada sebuah ikatan penuh dengan organisasi ini. Padahal bukankah ikatan keislaman itu adalah sebuah ikatan yang sangat kuat. Sebagaimana yang kita pahami dengan ayat “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara”.

Disamping itu, juga ada sebuah keunikan bagi saya dengan organisasi tipe ini. Yakni dalam aspek profesionalisme karena saya meyakini adalah sebuah keniscayaan bagi organisasi tipe ini. Akan tetapi, uniknya pasti akan selalu ada yang menyebabkan segala sesuatu di organiasi tipe ini yang mencederai aspek profesionalisme itu sendiri dalam sudut pandang kalangan profesional. Saya pun terkadang bingung untuk menjelaskan kondisi ini karena saya sendiri termasuk orang yang menjunjung tinggi profesionalisme. Namun, mungkin inilah yang dinyatakan Allah sebagai sebuah pembelajaran ketika justru berada diluar. Dan itu sungguh terbukti. Betapa banyak orang yang ketika mencoba untuk menerakan aspek itu diorganisasi tipe ini justru berhasil ketika menjalankannya diluar organisasi tipe ini. Lalu apakah ini yang disebut dengan wilayah yang nyaman?

Mari kita lanjutkan dengan tipe kedua, yakni organisasi dengan karakter “strategi” atau politik. Maka organisasi tipe inilah yang sesungguhnya lebih awal saya geluti. Berawal dari amanah sebagai Ketua Kelas menuju Ketua OSIS SMP, berlanjut kepada kondisi yang sama saat SMA sebagai Ketua Kelas abadi selama 3 tahun dan mencapai peran sebagai Sekretaris OSIS SMA (orang kedua OSIS) saat itu. Inilah amanah yang saya nyatakan sebelumnya menjadi peran ganda karena bersamaan dengan amanah Ketua ROHIS kala itu. Dan ini juga amanah yang mempertemukan saya dengan Pengurus OSIS Se-Indonesia saat itu dalam acara Kepemimpinan OSIS Nasional Tahun 2007 sebagai yang terpilih untuk mewakili propinsi Sumatera Barat bersama rekan SMA 1 Padang. Hal ini berlanjut ketika berada pada masa kampus untuk berada di tempat dengan tipe yang sama yakni Himpunan Mahasiswa Teknik Industri UGM. Dan peran terbaik selalu saya kontribusikan ditempat ini pada tahun pertama saya bisa hadir disana hingga sempat terniat untuk menjadi Wakadept saat itu. Hingga akhirnya jalan justru lebih membutuhkan saya ditempat lain. Dan puncak tipe ini saya rasakan ketika berperan di PPSMB Fakultas Teknik sebagai Steering Commitee sekaligus Organizing Commitee saat itu.

Lalu apakah wilayah ini bisa dibilang wilayah yang nyaman? Justru sangat banyak yang menyatakan tempat ini sebagai tempat yang tidak nyaman. Keumuman berada di tipe ini adalah kedekatan dengan orang-orang “penting”. Siapa? Tentu saja pejabat-pejabat institusi seperti Kepala Sekolah, Waka Kesiswaan ataupun Ketua Program Studi, Ketua Jurusan, Dekan, Rektor, Wadek Kemahasiswaan,dll. Terlepas dari apa yang sering disebut sebagai sering terjadi konfrontasi atau perbedaan pendapat, pemaksaan kehendak, dll antara dua pihak ini. Akan tetapi, justru karena itulah menjadi penguat hubungan antara orang-orang yang berada pada organisasi tipe ini dengan pihak-pihak penting tersebut. Coba saja dibandingkan dengan mereka yang berada di organisasi tipe pertama. Disamping itu, ada sebuah jarak kedekatan yang lebih juga dengan siswa ataupun mahasiswa pada organisasi tipe ini. Karena pandangan terhadap organisasi ini adalah umum.

Dan dimanakah ketidaknyamanan yang sering menjadi pertanyaan tersebut? Bagi saya ini hadir dari pandangan memberikan batasan dan perbedaan antara diri kita dengan organisasi tipe ini. Ketika kita merasa bahwa kita tidak bebas menunjukkan jati diri kita, ketika orang-orang yang berada disini kita anggap sangatlah berbeda dengan kita, ketika atmosfer yang ada di tipe organisasi ini sangatlah berbeda dengan kita. Ya, lebih kepada sudut pandang internal pribadi kita. Padahal tidak ada yang harusnya menjadikan kita memberi sekat karena itulah tipe organisasi ini. Justru hal ini dikembalikan kepada frame berpikir awal yakni tipe ini adalah tipe yang nyaman hanya punya cara berbeda. Ketika kita tetap bisa menjadi diri sendiri sehingga memberi warna kepada tipe ini. Dan inilah yang saya rasakan ketika menjalani peran ini di tempat dengan tipe ini.

Dan tipe ketiga adalah tipe organisasi dengan karakter “minat dan keilmuan”. Dan bagi saya karakter tempat ini adalah tempat dengan penuh kebahagiaan. Mungkin dikarenakan saya sempat hadir di KIR SMA, Tim Olimpiade Kimia SMA, Tim Debat Bahasa Inggris SMA, Tim Kesenian SMA, dan Pencak Silat “Tapak Suci” SMA. Dan dari tempat inilah saya bisa meraih prestasi-prestasi masa lalu. Sebagian pandangan mungkin tipe ini tipe yang sangat nyaman. Kita bergelut dengan minat kita sehingga sangat menikmati setiap perjalanannya. Akan tetapi, realitas yang saya pahami adalah tidak hanya berkaitan dengan ketertarikan dan antusiasme yang tinggi. Tapi bagaimana mengampu peran untuk menjalankannya. Maksudnya, betapa banyak ikatan kehadiran di tipe organisasi ini hanyalah simbiosis mutualisme tanpa ada ikatan kuat kecuali minat dan antusiasme itu sendiri. Ketika berhasil maka cukup berterima kasih namun belum bisa melakukan keberlanjutan terutama kesiapan pengurus-pengurusnya. Inilah yang sempat saya rasakan ketika nyaris mendapat amanah yang bersamaan sebagai Ketua Ekskul Tapak Suci. Amanah yang tidak bisa saya terima hingga akhirnya organisasi ini mati suri setelah periode saya.

Dan pada akhir tulisan ini saya mencoba menarik garis penghubung terkait pandangan nyaman dan tidak nyaman ini. Sesungguhnya tidak ada tipe berkontribusi yang sangat dominan kenyamanannya ataupun sangat dominan ketidaknyamanannya. Faktanya adalah setiap tempat itu pasti punya resiko nyaman dan tidak nyaman dikembalikan kepada pola pikir mereka yang berada disana. Yang harusnya hadir adalah bagaimana kontribusi maksimal kita disetiap tempat yang ada. Bagaimana kita bisa mengisi kekosongan yang hadir ditempat kita berada serta memahami apa yang dinamakan kebutuhan. Perjalanan saya dibeberapa tempat tersebut justru lebih banyak dikarenakan sedikit menyadari dimana peran saya dibutuhkan, dimana peran itu kosong dan terkadang bagi sebagian orang akan mengorbankan idealisme. Namun, ketika setiap hal tersebut dibangun dengan tujuan awal yang benar sesungguhnya tidak ada yang dikorbankan melainkan ada sebuah kebermanfaatan disana.
Wallahu a’lam bishowab

Yogyakarta, 4 Februari 2012

Tepat saat adzan ashar berkumandang 15:11 WIB

Idzkhir al Mu’adz