Ibu, Kopi dan Wajibatul Akh

Idul Fitri selama di Jogja, selalu menyempatkan diri untuk silaturrahim ke rumah salah satu guru ngaji saya selama di Jogja. Mungkin karena latar belakang keluarga beliau yang pernah di Padang sehingga bisa sangat akrab dengan saya. Terutama Ibu beliau yang memang adalah orang Sumatera. Obrolan selalu akan panjang ketika kami sudah membahas daerah-daerah di Padang yang dulu sempat Ibu dan keluarga tinggali. Hal yang berlanjut biasanya ke hidangan masakan beliau. Klo untuk urusan ini, selalu jadi hal yang paling saya ingat dari Ibu. Masakan Rendangnya, “Ueenak tenan”, klo bahasa orang sini.

Setelah makan biasanya obrolan akan berlanjut diselingi minuman manis. Dan tawaran dari Ibu saat itu, Teh, Kopi atau yang lain. Saya pilih teh. Setelah kembali dengan hidangan minum ternyata Ibu malah cerita tentang dirinya yang tak bisa lepas dari ketergantungan untuk minum kopi. Bahwa beliau awalnya saat masih kecil menderita “darah rendah”  (hipotensi). Hingga disarankan untuk minum kopi sebagai obatnya. Maka sejak itulah kopi menjadi minuman keseharian beliau. Hingga tak terasa dalam jangka panjang, yang awalnya beliau hipotensi malah beralih menjadi hipertensi atau darah tinggi.

“Iya nih Id. Ibu itu nggak bisa klo nggak ngopi. Tapi karena malah darah tinggi dan diminta dokter berhenti, terpaksa dialihkan ke kopi dengan kafein kadar rendah. Salah satunya ya Kopi L*wak atau T*p Coffee ini”, cerita beliau.

Sejenak dari bagian pengalaman Ibu itu membawa ingatan saya ke bagian Risalah dari Hasan Al Banna dalam Wajibatul Akh yang berbunyi,
“Hendaklah engkau menjauhi berlebihan dalam mengkonsumsi kopi, teh dan minuman perangsang semisalnya. Janganlah engkau meminumnya kecuali dalam keadaan darurat, dan hendaklah engkau menghindar sama sekali dari rokok”

Sempat ada pertanyaan dari bagian risalah ini tentang ada apakah sehingga “dilarangnya” minum kopi, teh, dsj? Hingga sampai pada kisah dari Ibu tadi.


Efek Samping dan Bahaya Kopi

Bagian penting dari poin Wajibatul Akh tersebut adalah kopi, teh dan minuman perangsang lainnya. Dalam hal ini maka kopi terkategori sebagai minuman perangsang. Perangsang bermakna obat stimulan, penghilang rasa sakit, dan sejenisnya. Sebagaimana kita pahami, kopi memang sering dikonsumsi agar bisa bergadang sebagaimana dulu awalnya kopi menjadi upacara religius penggembala Etiopia agar bisa bergadang sepanjang malam.

Penjelasan ilmiahnya tidak lain karena kandungan kafeinnya. Dimana kafein adalah alkaloid yang berperan melalui penghambatan fosfodiesterase, yang menyebabkan peningkatan level cyclic-nucleotida, yang selanjutnya memengaruhi sistem saraf pusat. 100 miligram kafein (sekitar secangkir kopi) dapat meningkatkan laju metabolisme 3-4 persen. Dalam dosis berlebihan, antara 2-7 cangkir, kopi dapat menimbulkan kegelisahan, mual, sakit kepala, otot tegang, gangguan tidur, dan jantung berdebar, terkadang juga anoreksia. Sementara jika dosisnya lebih tinggi lagi (di atas 750 mg), akan muncul berbagai gangguan emosi dan indera, utamanya pendengaran dan penglihatan.

Bahaya Akumulasi “Ketagihan” Jangka Panjang

Sebagaimana pengalaman dari Ibu diawal tadi, bahaya kopi justru terlihat dari efek jangka panjangnya. Karena mungkin bagi kita yang mengkonsumsi dan “ketagihan” minum kopi hari ini tidak terasa dampaknya sebagaimana Ibu dulu saat awal mengkonsumsi kopi. Dan dampak jangka panjangnya ternyata memang dari beberapa penelitian pada perempuan.

Sebagaimana  hasil penelitian dalam Reader’s Digest edisi Desember 1994, bahwa wanita yang mengonsumsi 300 mg kafein setiap harinya memiliki kesempatan 27 persen lebih rendah untuk hamil dibandingkan dengan mereka yang terbebas darinya. Meski mekanismenya belum diketahui pasti, sebuah hipotesis mengatakan, kemungkinan substansi ini dapat menurunkan level hormon—semisal estrogen— hingga memengaruhi ovulasi. Bahkan peneliti, Sven Cnattingius dari Karolinska Institue, Swedia menyimpulkan bahwa wanita hamil yang mengkonsumsi 100 mg kafein/hari akan lebih mudah mengalami keguguran. Karena kafein dapat meningkatkan denyut jantung sehingga mempengaruhi janin yang dapat menyerang plasenta dan masuk ke dalam sirkulasi darah janin.

Padahal risalah-nya berjudul Wajibatul Akh tapi bahaya terbesarnya justru bagi perempuan. Apakah bagi laki-laki tidak berbahaya? Tentu tidak. Hal tersebut diatas tetap berlaku umum.  Terutama terkait kemampuan kafein membuang kalsium melalui urine, yang selanjutnya memerosotkan kekuatan tulang dan menjadikan tulang gampang patah.


Masih Tetap Mengkonsumsikah?

“Janganlah engkau meminumnya kecuali dalam keadaan darurat”, jadi bagian lengkap dari Wajibatul Akh. Pada dasarnya hukum meminum tetap terkategori boleh.  Hanya tentu menjadi perhatian kita ketika mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan. Minum air putih berlebihan saja bisa berbahaya. Apalagi ketika akhirnya kita mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan itu tanpa sadar karena faktor ketagihan oleh kafein. Tentu dampak jangka panjangnya sebagaimana dijelaskan diatas. Mungkin kesimpulan dari adanya poin ini di Wajibatul Akh sebagaiman kaidah “Menghindarkan mudharat lebih diutamakan daripada mengambil manfaat”.
Wallahu a’lam

Source :




Yk.8.4.2015



Idzkhir al-Mu’adz