Tak terasa perjalanan waktu itu begitu cepat untuk dilalui. Setiap pergantian hari-hari, semester ke semester selanjutnya, hingga dari tahun ke tahun selanjutnya. Setidaknya itulah yang terasa saat ini. Ternyata tahun ini adalah Ramadhan keempat yang akan insya Allah saya jalani di Yogyakarta. Aamiin.. Semoga Allah berkenan memanjangkan umur untuk bisa dipertemukan dengan Ramadhan 1433 H tahun ini.
Dan tahun keempat ini menjadi sebuah perenungan tersendiri, sudah sejauh apakah kita memaknai pergantian Ramadhan ke Ramadhan berikutnya. Jangankan 4 tahun Ramadhan di Jogja, bisa jadi sepanjang usia yang telah Allah anugrahkan belum bisa saya maknai untuk Ramadhan yang terbaik. Namun angka 4 untuk Ramadhan 1433 H setidaknya memiliki beberapa makna tersendiri bagi saya. Hal inilah yang coba saya ingat.
Dimulai dari angka 1 yakni tahun pertama di Jogja. Tidak ada kata yang tepat selain pernyataan bahwa 2009 merupakan tahun pertama memaknai Ramadhan untuk tidak bersama orang tua. Mengapa? Karena inilah tahun pertama pilihan melanjutkan pendidikan keluar daerah asal (Merantau-read) harus saya jalani. Dan tidak seperti rekan-rekan mahasiswa lain yang memiliki kesempatan untuk berangkat pulang, bagi Kami (orang Sumatera, Kalimantan, dan perantau lain) perlu berpikir ulang untuk kembali pulang. Karena jadwal pulang-pergi sejak Registrasi Mahasiswa Baru 2009 Universitas Gadjah Mada, Test TOEFL hingga Penyambutan Mahasiswa Baru sudah cukup menyita perhatian dan biaya kami. Maka keputusan untuk tidak Ramadhan bersama orang tua ditahun pertama adalah keputusan terbaik insya Allah saat itu.
Akan tetapi, ada sebuah makna tersendiri dari Ramadhan tahun pertama ini. Yakni hari pertama Ramadhan persis sehari setelah pelaksanaan Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru (Ospek-read) kala itu. PPSMB Fakultas Teknik, saat itu bernama Riset “Orientasi Masa Depan Teknik” merupakan salah satu momen berkesan saat menjadi mahasiswa baru. Lepas dari apa yang pertama kali tergambar tentang ospek yang penuh perploncoan, pemaksaan, kekerasan fisik, dll. 
Makna yang diperoleh adalah menjadi mahasiswa baru berarti bersiap untuk tanggungjawab baru sebagai bangsa Indonesia. Dan kesan ini terbangun juga bersama kami para mahasiswa baru ketika diakhir PPSMB kita diingatkan. Bahwa persis berakhirnya PPSMB bagi umat Muslim telah datang menanti sebuah bulan mulia, Ramadhan. Dan tausiyah ba’da Dzuhur saat PPSMB kala itu mengingatkan bahwa lepas dari PPSMB seharusnya menjadi pematangan tersendiri untuk menjadi yang terbaik di bulan Ramadhan. Seingat saya tausiyah itu disampaikan oleh oleh Ketua BEM KMFT kala itu, Mas Dede Miftahul Anwar. Kesan yang akan terus diingat ketika menjalani Ramadhan. Dan itulah makna pertama ditahun pertama Ramadhan di Jogja. “Meski tidak bersama orang tua, Jadikanlah Ramadhan itu Ramadhan Terbaikmu”. To be continued…..


Yk.4.7.2012
Di sudut kamar pondok Insani,

Idzkhir al-Mu’adz