“Niat kegiatan yang baik perlu juga dibarengi dengan perencanaan yang baik sehingga hasil dapat seperti yang diharapkan” (RS:2012)

Terdapat sebuah pertanyaan menarik yang muncul saat dilaksanakannya sebuah kajian di Jurusan Teknik Mesin dan Industri baru-baru ini. Pertanyaan sederhana, Mengapa Kajian-kajian Keislaman seperti di Mushtek hanya diikuti oleh segelintir orang? Bahkan peserta yang mengikutinya mungkin hanyalah orang-orang yang sama. Lho lagi.. lho lagi…ketika melihat wajah-wajah yang hadir di tempat tersebut.

Disadari atau tidak memang inilah realitas yang terjadi dewasa ini. Ketika kita melihat setiap sudut masjid dan forum-forum majelis ilmu yang lain. Tiang-tiang masjid sudah menjadi peserta yang membuat forum-forum itu semakin ramai. Lalu apakah jawaban dari pemateri saat itu? Hanya sebuah kata, Mujahadah. “Mungkin  itulah yang dituai dari mujahadah yang panitia yang menyelenggarakan kajian tersebut”, ungkap pembicara saat itu.

Yup, mungkin inilah keumuman yang harus menjadi bahan evaluasi kita bersama. Bagaimana kita yang selama ini menyatakan diri men-”syiar”-kan ilmu serius ataukah tidak. Bagaimana mungkin masyarakat akan tertarik ketika persiapannya saja tidak pernah matang. Ketika pembicara baru dihubungi beberapa hari bahkan beberapa jam dari waktu acara. Ketika publikasi baru bisa tersebar di H-1. Ketika semua perlengkapan dari sound system, tempat acara, dll semua dikebut selama satu malam. Ibarat Bandung Bandawasa yang mampu mendirikan 1000 candi dalam satu malam.

Padahal dalam pembahasan strategy impelementation dinyatakan, “Sebuah program yang baik adalah program dengan mimpi yang matang”. Mimpi yang matang bermakna perencanaan matang, jelas, punya target dan tujuan. Tidak sekedar memahami bahwa yang terpenting program bisa dijalankan. Mimpi yang matang adalah mimpi yang punya idealisme. Bukan mimpi yang bagaimana adanya dan biasa-biasa saja. Sehingga inilah bentuk kesungguhan kita.

Kita dapat berdalih bahwa sesuatu yang baik pasti akan dimudahkan. Padahal dalih itu hanyalah wujud kepasrahan. Kepasrahan bukan ketawakalan. Berbeda karena kepasrahan berkonotoas belum ada ikhtiar maksimal kita disana. Inilah yang terkandung dalam kata “Mastatho’tum” yang tercantum didalam Al Qur’an.
Sehingga sudah saatnya kita yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang memberikan manfaat untuk serius dan bermujahadah.


Yk.5.4.2012
*tergelitik dengan sebuah nasehat seorang dosen yang saya kutip ditulisan pembuka