Dalam sebuah pertemuan singkat antara dua orang saudara yang saling bertanya kabar dan amanah.
A   : Bagaimana kabarnya?
B :Alhamdulillah baik bro. Lha.. kamu gimana?
A : Alhamdulillah sehat wal ‘afiat. Kelihatan sibuk nih sepertinya. Ada agenda lemabaga (organisasi)? Ngomong-ngomong.. gimana keadaan lembaga/organisasimu sekarang?
B : Luar Biasa. Seperti menatap masa depan yang lebih baik melihat generasi pengganti saya. Anggota lembaga (Kader) saya luar biasa aktif. Bahkan keaktifannya diluar bayangan saya karena mereka masih sangatlah baru. Apalagi beberapa agenda besar kedepan sudah  langsung dipegang oleh mereka. Meskipun statusnya baru masuk ke lembaga (organisasi) ini. 
A : Wah.. Baguslah kalau begitu. Mungkin inilah yang dinamakan akselerasi generasi dan kemampuan.

Dibagian lain dari latar cerita ini adalah sebuah sudut ruangan kampus. Dimana terdapat sebuah meja dan seorang bapak yang sedang duduk. Sambil menatap sebuah kertas berisikan huruf-huruf dan beberapa angka. Secari kertas evaluasi belajar semester pertama. Dihadapan sang Bapak duduk seorang anak, mahasiswa lebih tepatnya.   
X : Hm.. Mas, gimana kuliahnya sekarang?
Y : Baik dan sudah mulai lancar Pak..
X : Bagus kalo begitu. Kalo boleh tahu kenapa nilai Mas semester pertama bisa seperti yang tercantum disini Mas? (sambil menunjuk ke arah kertas tadi)
X : Banyak aktivitas Pak. Saya mendapat amanah/tanggungjawab ini, ini dan ini.........

Dalam plot yang lain, terdapat pernyataan sebuah kekhawatiran dari seorang pengampu peran sebagai orang tua di lembaga/organisasi tentang menghilangnya salah satu anggota aktifnya. Apalagi diindikasikan hal tersebut salah satunya dikarenakan faktor akademis yang rendah.  

Lalu apakah yang dapat dijelaskan dari fenomena ini? Bagi saya tidak lain dan tidak bukan dikarenakan faktor ketidakutuhan dalam memahami sebuah sistem pengkaderan. Bahwa terdapat berbagai sisi ketika seorang anggota (kader) itu aktif. Sedangkan keumuman peran kita sebagai pengampu peran pengkaderan hanyalah melihat dari aspek yang terlihat diluar. Maka inilah sesungguhnya yang menjadi sebuah kegagalan dalam sistem pengkaderan kita.

Jangan Pernah Bahagia Ketika Melihat Anggota (kader) Itu Aktif ketika kita belum bisa memastikan secara komprehensif kondisi mereka. Tentang bagaimana keluarganya, bagaimana kondisi akademisnya, bagaimana kondisi keimanannya, bagaimana kondisi semangat belajarnya, bagaimana kondisi ruhiyahnya, dan hal penting lainnya. Sebuah kenaifan ketika kita belum bisa memastikan, minimal menjaga mereka, akan tetapi justru  dengan bangganya memberikan tanggungjawab mereka untuk segera maju kedepan. Hanya dengan mempergunakan sudut pandang apa yang kita lihat. Bahwa mereka sangat bersemangat, sangat aktif bahkan hiperaktif.

Padahal kita tahu bahwa tanggungjawab yang diberikan itu adalah sebuah perkara besar. Hal yang sering teringat oleh saya untuk hal ini adalah sebuah pernyataan ringan dari seorang pendahulu. Yakni “Dan hendaknya kita selalu ingat, bahwa kita sedang membawa sesuatu yang besar. Bawaan yang sama yang diperjuangkan para Rasul. Bukan sesuatu yang main-main, namun harus diperjuangkan dengan penuh kesungguhan. Seseorang tidak dapat memberi ketika dia tidak memiliki. Maka bagaimana kita akan menyampaikan risalah agung ini, ketika kita tidak memahaminya?
Bukan bermaksud untuk mengurungkan niat pembinaan dan pengkaderan. Akan tetapi, hanyalah sebagai pengingat untuk para Ketua (Mas’ul), pengampu peran pengkaderan (Kaderisasi), pengampu peran bidang, dll. Bahwa Jangan Pernah Merasa Bahagia Ketika Melihat Mereka Aktif!!

Wallahu a’lam bi shawab.