Oleh: Ustadz Mohammad Fauzil Adhim


Berapa banyak perjuangan yang tampaknya sia-sia dan bahkan harus terusir dari negerinya sendiri, tapi Allah Ta'ala catat sebagai kemuliaan. Bila saudaramu berjuang menegakkan dien ini dan tampak tidak membawa hasil, bukan berarti engkau boleh campakkan kebenaran. Bila saudaramu tak memiliki kepatutan dalam mewujudkan apa diperjuangkannya, bukan berarti apa yang diperjuangkan serta-merta salah dan hina.



Boleh jadi atas kegagalannya mewujudkan apa yang mereka perjuangkan, kitalah yang justru amat berat tanggung-jawabnya di akhirat. Kita mengalami kesengsaraan di akhirat bersebab sikap nyinyir kita terhadap perjuangkan menegakkan yang haq, menjadikan manusia futur dan menghalangi manusia lainnya dari bersimpati serta berkiprah terhadap perjuangan. Yang awalnya ingin mendukung, berbalik menelikung. Adapun mereka telah ditetapkan apa-apa yang telah mereka usahakan sepenuh kesungguhan, liLahi Ta'ala, ilaLlah dan fiLlah.

Kewajiban kita berjuang mengantarkan hidayah. Tapi bukan wewenang kita memastikan seseorang memperoleh hidayah melalui dakwah kita. Sebagian di antara kesungguhan berdakwah, baru tampak hasilnya justru sesudah kita tiada. Lamban diterima, tapi disambut secara penuh. Janganlah terkecoh oleh cepatnya manusia menyambut kita. Boleh jadi ini bukan penanda keberhasilan dakwah, melainkan justru kelirunya kita. Mereka bergegas menyambut kita bukan karena menerima seruan kita, tetapi karena kita bawakan untuk mereka apa yang mencocoki hawa nafsu.

Sesungguhnya dakwah tidak bernilai, tak berharga sama sekali, kecuali liLlah, fiLlah dan ilaLlah. Bukan menyeru pada kelompok. Jika tak mampu menjadi penyokong dakwah, maka hendaklah kita tidak menjadi penyebab runtuh dan rusaknya dakwah. 

Sedikit yang dapat saya sampaikan. Jika ada yang batil, ingatkanlah saudaramu ini dengan tawashau bil haq, bish-shabr dan bil marhamah. Jika ada yang tidak tepat, jangan tertawakan saudaramu seiman. Ini adalah adab sangat buruk yang menjadikan seseorang kehilangan muru'ahnya. Engkau tidak menjadi mulia karena mentertawakan orang bodoh yang berusaha meraup ilmu; ia penuh kekurangan tapi berjuang meraih kebaikan.