Kaba baiak bahimbauan, kaba buruak bahambauan
(Kabar baik dihimbaukan, kabar buruk berhamburan)

           
Bait-bait diatas adalah falsafah adat Minangkabau perihal kabar baik dan kabar buruk. Dimana kabar baik bagi orang Minangkabau harus dihimbau (diundang) sedangkan kabar buruk sesuatu yang didatangi tanpa undangan sehingga kita datang berhamburan. Nah, sebagai orang Minang saya senantiasa memegang prinsip ini. Apalagi prinsip ini sangat sesuai dengan sabda tauladan utama, Rasulullah SAW,
Apabila seseorang di antara kalian diundang untuk menghadiri walimatul ’ursy (resepsi pernikahan, pen), penuhilah.” (HR. Muslim) 
Akan tetapi, dalam menjalani prinsip ini di keseharian perantauan terdapat sedikit perbedaan pandangan tentang hal ini. Terutama dalam memahami undangan kabar baik.

Pengalaman 1
A : Bro, kamu berangkat kan ke nikahannya Mas Fulan?
B : Ada undangannya tidak Bro? Klo ada undangannya ikutan. Insya Allah
A : Lha, emang masalahnya apa. Kan kita dapat infonya, mungkin saja ada atau dia lupa. Toh, yang nikah kenal akrab sama kita.
B : Hm.... ?#$%

Pengalaman 2
A : Habis darimana bro?
B : Ini baru balik dari nikahannya Mas Fulan. Lha.. kamu kok nggak ikut? Tahu infonya tho?
A : Hhe.. iya tahu. Tapi itu kan info dari orang kesekian. Resminya kan nggak dapat undangan.
B : Nggak masalah kali bro. Sebagai teman akrab ya baiknya kita datang. Mungkin saja dia lupa.
A : Hm.... ?#@$%

      Gimana? Semoga bisa paham dari cerita diatas. Entah kenapa, fenomena ini sering disalahpahami ketika berinteraksi. Terutama ketika menggunakan sudut pandang khusnudzhon yang berbeda.
Bagi yang tetap datang,
1    1. Berkhusnudzhon undangannya kemungkinan ada tapi tidak sampai.
2    2. Berkhusnudzhon yang punya hajat lupa, sehingga dengan mendapat info merasa itu sudah cukup.
Bagi yang berprinsip tidak datang (termasuk saya), berkhusnudzhon kalau memang undangannya terbatas, sehingga memang sengaja tidak diundang. Meskipun begitu, do’a kebaikan tetap diberikan.
            Dalam hal ini, saya belum tahu apakah di suku ras lain memiliki prinsip yang berbeda dengan prinsipnya kami, orang Minang. Karena pada realitasnya kadang menimbulkan keheranan. Sehingga muncul pernyataan “Kok segitunya sih masalah undangan, dll”. Tinggal kita bisa menempatkan diri dalam memahami kondisi ini di keseharian kita. Dan semua itu dikembalikan ke petunjuk terbaik, Al Qur’an dan As Sunnah. 
Jadi, apabila rekan-rekan akan punya hajatan, Jangan lupa undang ya. Baik secara resmi undangan atau pun lisan mengundang. Apalagi makna lisan hari ini bisa terganti dengan komunikasi pribadi via telpon, chat social media, dll. Apabila jaraknya jauh, lebih afdhol lagi dilengkapi tiket berangkat ke lokasi.

Yk.23.1.2016


Akhdan Mumtaz