Thursday, May 31, 2012

Pertama, Niat yang benar
Hendaknya orang yang menghubungi melalui telpon menghadirkan niat yang benar ketika akan menghubungi orang lain. Sudah seharusnya seorang Muslim meniatkannya untuk mencari pahala. Jika yang dihubungi kedua orangtuanya, niatnya untuk berbakti. Saat menghubungi karib kerabat, niatkan untuk menyambung silaturrahim


Kedua, jangan menghubungi pada waktu-waktu yang tak pantas
Menghubungi melalui telepon hampir sama dengan berkunjung, walaupun agak berbeda sedikit. Hendaklah tak menghubungi seseorang melalui telepon pada larut malam, pagi-pagi buta atau pada saat tidur siang, kecuali dalam keadaan darurat.

Ketiga, hendaknya tak melakukan panggilan lebih dari tiga kali
Bunyi dering telepon sama seperti bunyi ketukan pintu. Menurut sunnah, tak boleh mengetuk pintu lebih dari tiga kali. Maka orang yang menghubungi lewat telepon juga tidak boleh melakukannya lebih dari tiga kali

Keempat, orang yang menghubungi hendaknya mengucapkan salam
Orang yang menghubungi sama kedudukannya dengan orang yang mengetuk pintu. Maka ucapkanlah salam ketika memulai pembicaraan

Kelima, orang yang menghubungi hendaknya memperkenalkan diri
Sesungguhnya orang yang menghubungi sama seperti orang yang mengetuk pintu. Setelah itu, hendaknya orang yang menghubungi lewat telepon mengucap salam dan memperkenalkan diri. Sehingga, orang yang menerima panggilan bisa mengenalinya

Keenam, tak memperpanjang pembicaraan tanpa kepentingan
Ngobrol lewat telepon berlama-lama tanpa kepentingan yang jelas merupakan bentuk pemborosan dan menyia-nyiakan harta. “… Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.”

Ketujuh, hendaklah orang yang menghubungi adalah orang yang mengakhiri panggilan
Ketika maksud dan tujuan pembicaraan telah tercapai, sebaiknya orang yang mengakhiri pembicaraan adalah orang yang menghubungi. Yakni dengan cara yang baik seperti mengucapkan salam. Sebab kekdudukan orang yang menghubungi sama seperti orang yang bertamu

Petikan wawancara bersama Syaikh Sayyid Nada
Dalam Republika Edisi Dialog Jumat


Idzkhir al-Mu'adz
Yk.31.5.2012



Posted on Thursday, May 31, 2012 by Akhdan Mumtaz

No comments

Wednesday, May 30, 2012


Pasca amanah? Maksudnya apa? Beberapa dari kita mungkin sangatlah tidak asing dengan istilah ataupun benar-benar asing sampai harus melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia. Nah, kita mencoba sedikit membahas hal ini dengan beberapa pengalaman yang sekarang saja jalani.

Pasca Amanah tidak lain ini hanyalah istilah yang dipergunakan untuk mereka yang dahulunya aktif di organisasi atau lembaga namun saat ini telah memasuki masa “pensiun”. Pensiun? Sudah seperti para pegawai saja, hhe. Kurang lebih masyarakat umum dan organisasi mengenalnya dengan pengertian itu. Setidaknya akan ada beberapa fenomena bagi yang mereka yang dihampiri kondisi ini.

FENOMENA 1 “Saat Bertemu Adik Angkatan”
09.00 WIB (Di Mushola)
A : Assalamu’alaikum Mas,
B : Wa’alaikum salam
A : Wah.. Jarang kelihatan sekarang Mas. Sibuk apa sekarang Mas?
B : Hm…
10.00 WIB (Kampus)
X : Wah.. Kok jarang kelihatan di kampus Mas. Udah TA y Mas?
Y : Heh.. TA? Bukan sedang mempersiapkan..
X : Mempersiapkan apa Mas? (sambil senyum-senyum memancing)
X : Hm.. (tidak mau memperpanjang pembahasan)
Ya, faktanya jawaban yang sering dimunculkan hanyalah senyuman. Dan jawaban umum bahwa Insya Allah ada amanah lain yang sedang dijalani.

FENOMENA 2 “Undangan tidak terduga”
Sms A : Mas, bisa ketemuan? Ada yang mau didiskusikan..
Sms B : (melirik jadwal jam itu).. Ok Insya ALLAH
Tiba-tiba masuk SMS lain,
SMS X : Bro, bisa koordinasi bentar terkait agenda kemaren
SMS B : Kapan?
SMS X : Ba’da ashar
SMS B : Hm.. Ok (kok kesannya waktu saya lowong banget ya)

FENOMENA 3 “Pelimpahan Amanah Tiba-tiba”
Saat sebuah tim KK* terkumpul untuk penentuan pengelolaan. Akhirnya disepakati untuk menentukan Ketua kelompok. Dan beberapa lobi terjadi.
A (cwe) : Ayo.. dari yang cowok silahkan siapa yang jadi ketua
B (cwo) : Maaf, kalo saya tidak bisa karena ada kesibukan di organisasi X
C (cwo) : Maaf juga, saya sepertinya tidak bisa karena baru dapat amanah Z
Dan semua pun melirik ke arah D (cwo)
D (cwo) : Wah.. maaf saya tidak bisa karena ada kesibukan juga
A (cwe) : Kalo boleh tahu sibuk apa? Sudah pensiun kan?
D (cwo) : Hm….. (skakmat)

Mungkin beberapa fenomena inilah yang akan sering dialami ketika fase “pasca amanah” lembaga menghampiri. Fenomena ketika perhatian terhadap kita adalah terlihat lebih banyak waktu luang. Padahal biasanya justru waktu yang ada itu sesungguhnya semakin terbatas. Karena sebuah keniscayaan semakin “tua” semakin banyak tanggungjawab. Meskipun secara formal tidak terlihat.

Sehingga pada akhirnya aktivitas yang sering menjadi bagian adalah aktivitas informal. Diluar aktivitas formal yang biasa hadir dilembaga. Maka wajar, undangan-undangan informal, kumpul-kumpul agenda luar, dll lebih banyak datang karena terlihat sangat luang. Atau permintaan tiba-tiba dan diluar dugaan kita. Dari menjadi pemateri, khatib, dll.
Yha.. pada akhirnya, yang patut menjadi perhatian adalah apa yang dilakukan setelah pasca amanah itu menghampiri. Ketika waktu yang terlihat luang itu terisi sesuatu yang tidak bermanfaat maka sangatlah wajar banyak orang bertanya sebagai wujud khawatir terhadap kekosongan waktu kita itu. Ataukah waktu selalu selalu terisi tapi justru disorientasi dari tujuan awal dan semangat disbanding saat ada di organisasi. Maka patutlah kita untuk merenung-merenung dan mengevaluasi diri agar jangan sampai itu terjadi. Ketika akhirnya waktu luang itu jadi kesempatan untuk bisa mengejar ketertinggalan yang mungkin ada saat ada diorganisasi atau lembaga, inilah sebuah perubahan yang besar.

Dan semuanya kembali pada bagaimana kita memahami waktu itu,
“Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemaren maka sungguh dia merugi. Barangsiapa hari ininya lebih buruk dari kemaren maka sungguh termasuk orang yang celaka. Dan sangatlah beruntung orang yang hari ininya lebih baik dari kemaren”.
Terlepas fase yang saat ini kita jalani adalah sedang menjalani amanah lembaga ataukah pasca amanah lembaga sebagaimana yang terlihat. Wallahu a’lam bishowab.


Idzkhir al-Mu’adz
Yk.29.5.2012


Posted on Wednesday, May 30, 2012 by Akhdan Mumtaz

No comments

Thursday, May 24, 2012


“Sejumlah pemuda mengaku mencintai Laila,
tapi Laila sendiri tidak mengakui ada 1 pun yang mendekati”
(Syair Arab)

          Syair ini menjadi pembuka untuk menyikapi sebuah fenomena yang sering hadir pada diri kita. Fenomena mengakui dan menisbatkan pada diri sendiri. Mengakui sesuatu yang boleh jadi semua orang mengharapkan pengakuan itu. Padahal bisa jadi pengakuan itu belum tentu benar sebagaimana apa yang diakui.

          Nabi Muhammad saw menyatakan, “Umatku akan terpecah atas 73 milah, semuanya akan berada didalam neraka kecuali 1 milah. Yakni milah yang mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat”. Sebuah pernyataan yang barang tentu menjadi kekhawatiran bagi diri kita. Apakah kita termasuk 1 milah yang dinyatakan Rasulullah tersebut. Apakah kita memang benar menjadi barisan yang Allah selamatkan nanti. Sehingga setiap kita tentunya termotivasi untuk menjadi bagian dari 1 milah itu.

          Akan tetapi, menjadi sebuah kekhilafan ketika akhirnya 1 milah tersebut menjadi sebuah nisbat dan klaim diri. Bahwa sebuah kelompok/golongan adalah pemilik tunggal dari pernyataan 1 milah Rasulullah dan para sahabat. Sehingga mereka yang berada diluar kelompok atau golongan itu menjadi bukanlah bagian dari 1 milah yang Rasulullah nyatakan. Dan sungguh ini sebuah kekhilafan yang besar. Karena 1 milah yang Rasulullah nyatakan bukanlah sebuah klaim diri yang tersemat di nama sebuah kelompok atau golongan. Melainkan 1 milah itu adalah esensi dari apa yang Rasulullah nyatakan.

          Dampak dari ini adalah boleh jadi kita mengaku diri sebagai 1 milah itu, akan tetapi apakah Allah mengakui. Layaknya syair Arab dipembuka tulisan ini nyatakan, “Sejumlah pemuda mengaku mencintai Laila, tapi Laila sendiri tidak mengakui ada 1 pun yang mendekati”. Sehingga patutlah kita berwaspada jangan-jangan klaim kita sebagai yang mendekati Rasulullah dan para sahabat justru tidak diakui oleh Allah dan Rasul-Nya saat kita dipertemukan di yaumul akhir nantinya. Sehingga yang patut kita lakukan adalah sama-sama berpacu dalam  melodi kebaikan. Membuktikan bahwa diri kita memang merupakan bagian dari 1 milah itu.

Banyak orang mengaku cinta,
Tapi hanya Allah-lah yang Maha Tahu
Siapa yang benar-benar cinta
Yk.22.5.2012
Idzkhir al-Mu’adz     

Posted on Thursday, May 24, 2012 by Akhdan Mumtaz

No comments

Friday, May 11, 2012


Rasa lelah mungkin merupakan salah satu beban yang memberatkan langkah kita, dalam upaya melanjutkan kehidupan, mengejar cita-cita, memperjuangkan kebahagiaan. Rasa lelah mungkin menjadi tersendiri yang sering mengendurkan semangat kita untuk terus berbuat dan bekerja. Karena, rasa lelah tentu saja membuat ketidaknyamanan bagi fisik, jiwa dan pikiran kita, yang selalu harus dalam kesegerannya menemani kita melangkah.

Kelelahan adalah sunah kauniyah, tradisi alamiah. Tabiat kehidupan. Dan menjadi sebuah siklus. Ia punya jadwalnya untuk datang. Ia punya waktunya untuk hadir. Dalam lingkaran perjalanan kita yang terus berputar ke depan, rasa lelah punya saatnya untuk menghampiri kita. Dan tak seorang pun dari kita yang benar-benar terbebas dari rasa lelah.

Lelah itu datang dalam usaha-usaha individu. Menjalankan amanah, mengurus keluarga, mencari nafkah, menjalani tugas-tugas kerja kita. Namun lelah juga menimpa kita dalam kerja-kerja kita meneruskan perjuangan Rasulullah saw menyebar rahmat, memberi pencerahan, menyerukan kebenaran kepada manusia untuk menjadikan Islam sebagai tuntunan kehidupan yang menyelamatkan.

Dan untuk medan yang satu ini sungguh sangatlah luas. Tapi tidak kita seorang. Medan ini sangat terjal, tapi kita tidak sendiri. Disana ada banyak orang, yang saling berlomba mendapatkan kemuliaan dari Allah dijalan ini. Tetapi karakter kehidupan disini memang sangat melelahkan. Tantangannya selalu berat, godaannya senantiasa memikat. Meski rintangan mungkin tak seberat yang dialami oleh para pendahulu kita dizaman lalu, namun tetap saja melelahkan dan terasa sepi. Sebab itu, banyak penyeru kebenaran yang berguguran disini karena tak tahan dengan lelahnya mengarungi perjalanan.

Menarik diri dari medan ini, itulah yang kita sebut futur, sebuah penyakit yang menyerang sebagian ahli ibadah, da’i dan penuntut ilmu. Sehingga menjadi lemah dan malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melalukan aktivitas kebaikan yang sudah ia tekuni.

Kehadiran penyakit ini terjadi karena banyak faktor. Ada yang karena tak kuasanya menanggung lelah menanti hasil menggembirakan dari medan ini. Apalagi ketika kelelahan menghadapi rintangan tak juga menampakkan hasil. Sehingga kita berkecil hati dan kecewa. Adapula karena semakin lemahnya pemahaman dan keikhlasan. Bahwa jalan ini bukan untuk mencari kekayaan materi, popularitas, pangkat dan jabatan. Sehingga ketika kelelahan tidak dibarengi dengan kesejahteraan yang meningkat, memunculkan kekecewaan yang membuat keikhlasan berbuat menjadi semakin terkikis. Padahal semuanya semata-mata kita lakukan untuk kemuliaan disisi Allah swt.

Rasa lelah itu memberikan kita kesadaran tentang bagaimana kita sebagai manusia sangat rentan dengan rasa lelah. Sehingga membuat kita paham. Bahwa betapa Allah Maha Sempurna karena Dia tidak pernah lelah. Bahwa sehebat apapun, kita tidak bisa menjangkau semua hal. Sepandai apapun kita, ada jeda dan istirahat yang harus kita ambil, untuk menyegarkan fisik dan meredakan tekanan hati maupun pikiran. Kita manusia, kita punya lelah. Sehingga kita sadar betapa ketergantungannya kita kepada Allah yang Maha Perkasa lagi tidak pernah lelah.

Kesadaran tentang betapa tidak berdayanya kita untuk tertimpa rasa lelah juga lah yang membuat kita paham. Paham tentang keniscayaan kerasulan kepada Nabi Muhammad saw. Bahwa rasa lelah benar-benar menjadi bagian penting dari risalah Islam yang dibawanya. Rasulullah dengan jerih payah dan rasa lelahnya membimbing umatnya. Sebagaimana yang dikabarkan hadits, “Sesungguhnya orang yang paling berat beban dan ujiannya adalah para Nabi”. Atas perjuangan dengan rasa lelah Rasulullah itulah kita akhirnya mengenal Islam, mengenal Allah dan tahu kemana jalan yang harus kita ambil.

Oleh karena itu, ketika rasa lelah itu hadir dan menimpa, kita harus tegar dan tegap melangkah. Tak memperdulikan kelelahan yang selalu datang menyergap itu. Sebab kelelahan itu hanyalah jebakan siklus yang akan menghambat kita menemukan keberhasilan yang kita cari.
Selanjutnya kita berharap bahwa Allah menjadikan kita orang-orang yang selalu diberi kemudahan melalui siklus-siklus kelelahan itu, untuk mewujudkan cita dan harapan kita.

“Mencari yang halal seperti para pahlawan yang berlaga dimedan perang membela agama Allah. Barangsiapa tidur malam harinya karena ‘lelah’ mencari rezeki yang halal pada siang harinya, maka dia tidur pada malam harinya dengan mendapatkan keridhaan Allah” (HR Baihaqi)

“Tak akan ada kesenangan bagi yang tak punya kehendak kuat. Tak ada kesenangan bagi yang tak punya sabar. Tak ada karunia kenikmatan bagi yang tidak bersusah-susah. Tak ada kebahagiaan bagi yang tak berlelah-lelah” (Ibnu Qayyim)



Yk.11.5.2012

Idzkhir al-Mu’adz


*Disarikan dari beberapa tulisan
Ust. Ahmad Zairofi & Ust Sulthan Hadi
dalam Tarbawi edisi “Rasa Lelah Hanya Siklus, Lalui Saja”

Posted on Friday, May 11, 2012 by Akhdan Mumtaz

No comments

Monday, May 7, 2012


Tiga frase angka tersebut adalah pesan rahasia yang diminta oleh 4 orang Rangers kepada saya. Pesan rahasia yang mungkin berhubungan dengan angka yang akan melekat disetiap biodata saya pada tahun ini, 22 tahun. Hal yang mungkin tidak terasa dari sebuah perjalanan waktu dan hidup kita. Ketika ternyata makin banyak yang menyebut dengan panggilan “Pak”. Padahal rasa-rasanya masih terlalu muda untuk dipanggil “Pak”. Sampai salah seorang rekan bilang, “Nyadar id, ente tuh sekarang udah tua, pantes banyak yang manggil bapak, maklumlah angkatan09”. Yap, mungkin memang benar adanya, berada pada tahun ketiga dikampus setidaknya menjadikan kita sebagai “orang tua” bagi angkatan muda.     

Akan tetapi, semoga makna tidak terasanya pergerakan waktu ini bukan sebagaimana yang Rasulullah katakan tentang salah satu tanda kiamat adalah ketika waktu itu terasa begitu cepat tanpa terasa sedikitpun.

Pesan ini adalah sebuah pesan untuk membuka sebuah bingkisan ukuran 40x50 cm pada jam 22.22.22 WIB. Akan tetapi, juga memohon maaf juga kepada 4 orang rangers karena pada akhirnya baru bisa membuka bingkisan itu pada jam 2.22 WIB menjelang waktu Subuh. Sebuah bingkisan yang berisikan beberapa pesan dan pengingat tentang perjalanan dan orientasi hidup ini. Terimakasih atas nasehat dan bingkisannya. Jujur sampai sekarang masih berpikir bagaimana ceritanya kalian menyusun dan membuat bingkisan itu?

                                           Glosary:
Rangers : panggilan yang disematkan kepada kami, Keluarga Tim Kaderisasi Keluarga Muslim Teknik X4 (Idriwal-Tito-Naba-Lina-Umi). 

Posted on Monday, May 07, 2012 by Akhdan Mumtaz

No comments