Friday, January 27, 2012


Hal yang mungkin harus kita renungkan dalam setiap kondisi kita. Karena keengganan untuk pulang merupakan bagian dari bagaimana kita memahami diri kita sendiri. Padahal sesungguhnya kecenderungan setiap pribadi itu adalah ingin pulang menuju kampung asalnya. Layaknya seorang narapidana yang berada dalam penjara. Dimana perasaan yang hadir pada narapidana tersebut disetiap pergantian waktu adalah sebuah kebahagiaan karena dia akan segera pulang. Akan tetapi, kenyataannya adalah tidak sedikit dari kita yang enggan untuk pulang. Eits.... akan tetapi pulang yang menjadi pembahasan disini adalah keengganan pulang menuju “kampung asal” kita.

Nah, apa sajakah penyebab keengganan atau kemalasan kita untuk pulang? Tidak lain diantaranya dikarenakan faktor-faktor berikut:

1. Dalam keadaan letih
Apakah yang menyebabkan keadaan ini? Yakni karena niat dan tujuan kita yang salah. Sehingga yang hadir dalam perjalanan adalah keadaan letih. Dampaknya tentu saja tidak bisa merasakan indahnya setiap perjalanan pulang.

2. Kekurangan bekal untuk pulang
Penyebab faktor ini adalah terlalu mencukupkan diri dengan hal seadanya pada waktu sebelum-sebelumnya. Sehingga ketika sudah datang waktunya untuk pulang, ternyata kondisinya adalah tidak ada cukup bekal untuk berangkat. Hal yang tentu berbeda ketika kita telah mempersiapkan bekal dari sebelum-sebelumnya.
Akibat dari hal ini adalah kondisi yang terombang-ambing dalam ketidakpastian untuk berangkat pulang.

3. Masih memiliki beban untuk ditinggalkan
Faktor yang menjadi beban ini bisa banyak hal. Diantaranya rasa nyaman berada ditempat saat ini sehingga menjadi berat untuk ditinggalkan. Bahkan mencintai apa yang ada diperantauannya secara berlebihan bahkan melebihi apa yang ada dikampung asal sehingga berakibat sangatlah berat untuk ditinggalkan. Akibat lanjut dari hal ini adalah jatuh bangun dalam perjalanan pulang dengan beban tersebut.

4. Terpengaruh lingkungan saat ini
Dampak lingkungan yang “meracuni” tujuan awal sehingga berubah. Dapat diilustrasikan dengan kondisi ketika tujuan awal kita diperantauan adalah pendidikan berubah menjadi ketidakpedulian dengan pendidikan karena berada dilingkungan yang memandang pendidikan tidak penting.

Ilustrasi faktor-faktor diatas sesungguhnya dapat kita renungkan dengan keengganan kita untuk pulang ke kampung asal kita, yakni kampung akhirat Bro & Sist.... Karena sesungguhnya mau tidak mau, kita juga akan kembali ke kampung asal kita. Karena hidup itu sendiri adalah perjalanan panjang untuk kembali kepada Allah swt yang diujung perjalanan itu akan ada syurga, seindah-indah tempat kembali.

Akan tetapi sejauh apakah kita memahami kehendak diri kita untuk kembali pulang?

“Dan tiadalah kehidupan dunia Ini melainkan senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang Sebenarnya kehidupan, kalau mereka Mengetahui” (Al Ankabut : 64)

Posted on Friday, January 27, 2012 by Akhdan Mumtaz

2 comments


Bagaimana profil atau karakter dari ADK yang di amanahkan di wilayah Ilmiy ? adakah standar tertentu yang mereka perlu miliki ?
Tanpa bermaksud meng-eksklusifkan wilayah-wilayah dakwah yang ada, saya rasa memang dakwah di wilayah Ilmiy membutuhkan karakter khusus. Walau demikian, alangkah baiknya bila profil kader ilmiy juga di bisa dimiliki oleh ADK yang di amanahkan di wilayah lain. Agar tidak ada dikotomi karakteristik ADK.

Sederhananya, kader dakwah ilmiy adalah mereka yang memiliki minat, dan potensi yang berhubungan dengan wilayah ini. Saya banyak melihat bahwa kader ilmiy cenderung mereka yang “akademisi”, atau “kutu buku”. Memang tidak ada yang salah dengan hal ini, namun jangan sampai mereka justru menjadi “ansos – anti sosial”. Kader ilmiy perlu memiliki kemampuan syiar yang baik agar mampu membahasakan ke-ilmiy-an nya dengan baik. Dan juga kader ilmiy diharapkan mampu memiliki karakter siyasi yang dapat mengkapitalisasi jaringan dengan efektif. Dari konsep ini, setidaknya ada 5 karakter dan 5 profil dari kader dakwah yang beraktivitas di wilayah ilmiy.


Karakter Kader
1. Karakter Peneliti / Akademisi. Hakikat dasar kader ilmiy adalah keingintahuan dan rasa penasaran yang mendalam terhadap bidang atau keilmuan yang ia tekuni. Karakter seperti ini akan bermanfaat untuk dirinya dalam memahami sesuatu, bermanfaat untuk sesama ADK dalam memberikan daya tarik tersendiri dalam beraktivitas di wilayah ilmiy, serta manfaat bagi banyak orang adalah untuk menjadi teladan.

2. Karakter Guru / Penyampai Ilmu. Seorang kader ilmiy sangat diharapkan memiliki kemampuan menyampaikan ilmu dengan baik. Bila dirujuk ke salah satu sifat Rasulullah, maka sifat tablighlah yang sesuai. Dengan kemampuan ini, seorang kader ilmiy dapat menginspirasi sebanyak mungkin mahasiswa mengenai pengetahuan, inovasi, teknologi, dan tentunya Islam itu sendiri. Saya sengaja menuliskan poin ini, karena dalam beberapa kampus, saya mencermati kader ilmiy adalah mereka yang paling “pendiam” dan akhirnya kader ilmiy hanya membuat “dunia baru” yang mana kader di wilayah lain tidak mampu memasukinya.

3. Karakter Pembangun Jaringan. Tak bisa kita pungkiri bahwa jaringan sangat memainkan peran sangat strategis dalam pengembangan sebuah organisasi. Termasuk di dakwah ilmiy, jejaring sangat di butuhkan untuk berbagai hal, seperti ; (1) jaringan beasiswa; (2) jaringan ilmuwan dan teknokrat; (3) jaringan pendanaan; (4) jaringan asosiasi keilmuan ; dan (5) jaringan jurnal dan media. Lima jaringan ini akan dapat dimiliki oleh dakwah ilmiy, bila kadernya juga mampu memanfaatkan kekhasan dan keunggulan dakwah ilmiy untuk kepentingan dakwah ilmiy itu sendiri.

4. Karakter Jurnalis. Antara ilmiy dan ‘ilamiy tentu tak bisa dilepaskan begitu saja, keduanya sangat berkaitan dan sedalam apapun ilmu yang kita miliki bila tak di imbangi dengan tulisan yang di publikasikan maka hasilnya adalah 0 (baca : Nol). Untuk itu, seorang kader ilmiy perlu dekat dengan dunia jurnalistik, dan menyiapkan diri untuk menulis sebanyak-banyaknya tulisan yang kelak akan di tampilkan di website opini atau ilmiah, jurnal nasional atau internasional, dan proceeding seminar ilmiah.

5. Karakter Inovatif. Seringkali keluhan lahir dari kader ilmiy yang menilai bahwa wilayah dakwah ini kurang menarik bagi ADK lain. Buat saya, justru bidang ini sangatlah menantang, mungkin tidak cukup menarik karena –bisa jadi- kebanyakan ADK kurang suka hal-hal yang bersifat akademis.

Profil Kader
1. Memiliki Kapasitas Akademik yang Baik (IPK ≥ 3.00). Saya seringkali berkelakar mengenai tiga tipe ADK yang akademik nya sukses, yakni mereka yang cum laude, terancan cum laude, dan limit mendekati cum laude. Apalagi untuk ADK ilmiy, tentu tuntutan keteladanan dan menginspirasi sesama ADK akan lebih besar. Saya rasa menempatkan standar minimal IPK 3.00 sudah sangat tepat.

2. Menguasai Bahasa Inggris (TOEFL ITP ≥ 550 atau IELTS ≥ 6.0). Bahasa inggris kini telah menjadi bahasa akademisi, hampir semua jurnal dan konferensi internasional menggunakan bahasa inggris. Dan tentu menjadi sebuah konsekuensi logis bagi seorang calon akademisi untuk memiliki kemampuan bahasa inggris yang mencukupi (setidaknya untuk seleksi beasiswa keluar negeri).

3. Memiliki Karya Ilmiah (Minimal 2 Paper Penelitian). Banyak sekali kesempatan untuk membuktikan kompetensi akademik kita, seperti menulis di jurnal, menyampaikan gagasan di konferensi ilmiah, atau mengikuti kompetisi tertentu.

4. Menyiapkan diri untuk melanjutkan Pendidikan Pascasarjana di Luar Negeri. Ini merupakan poin penting yang perlu disiapkan oleh seorang ADK Ilmiy, dimana ia dituntut untuk termotivasi agar melanjutkan jenjang pendidikannya di luar negeri. Saat ini sangat banyak sekali kesempatan beasiswa untuk di luar negeri. Tinggal bagaimana kita menyiapkannya dengan sebaik mungkin agar dapat diterima oleh pemberi beasiswa.

5. Calon ADK Permanen (dosen). Alangkah baiknya bila mereka yang sudah mewakafkan dirinya di dunia dakwah ilmiy dapat melanjutkan jenjang karir nya menjadi seorang dosen. Ini tentu akan sangat sejalan dengan kebutuhan dakwah kampus yang membutuhkan ADK Permanen dengan jumlah yang lebih besar di masa yang akan datang.

*masih dikutip dari tulisan Uda Ridwansyah Yusuf Achmad (Kepala GAMAIS 2007 sekaligus PresMa ITB 2008)

Posted on Friday, January 27, 2012 by Akhdan Mumtaz

No comments


Bagaimana profil kader siyasi yang ideal ?
Karakter kader dakwah siyasi memang akan cukup berbeda dengan kader di wilayah lain, atau bisa jadi memang setiap ranah dakwah akan memiliki kebutuhan kapasitas dan karakter yang berbeda. Perbedaan ini adalah konsekuensi logis dari perbedaan tantangan dan kesempatan yang terdapat di masing-masing ranah dakwah.

Karakter sangat menentukan keberhasilan dari dakwah, karena pada akhirnya keberhasilan dakwah adalah keberhasilan dari para kader dakwah merekayasa dakwah di ranah masing-masing. Karakter kader siyasi memang cukup unik, unik dalam konteks ini adalah kader siyasi dituntut dapat membaur dan dipercaya oleh mahasiswa yang heterogen dengan berbagai perbedaan budaya, sosial, ekonomi dan pandangan politik. Bila kader siyasi tidak dapat membuktikan dirinya adalah seorang yang memiliki kapasitas dan dapat mempengaruhi orang banyak, maka akan berdampak pada tidak optimalnya gerakan dakwah yang akan dibangun. Pada bagian ini, kita akan mengupas secara cerdas, karakter apa yang sekiranya dibutuhkan untuk menunjang gerak dakwah kader di ranah siyasi.


Pemahaman Akan Fiqh Siyasah
Sebagai bagian awal yang perlu dipahami oleh kader siyasi adalah pemahaman akan dakwah siyasi itu sendiri. Pemahaman ini tentu harus dimulai dari pemahaman akan fiqh atau syariat yang berlaku dalam dakwah siyasi. Arti dari fiqh siyasah pemahaman yang mendalam terhadap urusan-urusan ummat baik internal maupun eksternal, pengurusan dan penjagaan urusan-urusan ini dalam visi dan petunjuk hukum syara’. Tujuan dari pemahaman ini adalah agar para kader dakwah dapat menjalankan roda kepemimpinan dan pergerakan dakwah siyasi sesuai dengan koridor dan mimpi besar peradaban Islam.
Memahami fiqh siyasi dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, yakni membaca referensi dari buku para ulama kontemporer, merefleksikan kembali kebijakan serta pergolakan politik yang terjadi di zaman Rasul dan Sahabat, serta melalukan diskusi mendalam dengan para ulama atau politisi yang masih berlandaskan fiqh siyasah dalam berpolitik.

Bila kita membaca buku-buku dari para ulama besar atau tokoh pergerakan Islam di dunia maupun Indonesia, maka kita akan sangat banyak menemukan berbagai strategi, siasat, serta rencana yang sangat handal dari mereka. Lebih dari itu, kita bisa memahami apa yang ada di benak para orang-orang besar ini dalam memikirkan dakwah Islam, mensinergikan antara dakwah dan politik, bersikap sebagai seorang penuh keteladanan dan dipercaya oleh banyak pihak. Beberapa tokoh nasional seperti M Natsir, Wali Songo, HOS Tjokroaminoto dapat kita coba dalami agar mendapat perspektif bagaimana dakwah di masa pra kemerdekaan dan awal kemerdakaan dan bagaimana mereka berjuang untuk memastikan keberadaan Islam dalam konstelasi sosial-ekonomi-politik di Indonesia.

Selain pemikir dan penggerak di Indonesia, kita juga bisa mendalami pergerakan politik yang dilakukan Hasan Al Banna atau Ayatulloh Khomeini. Apa yang telah mereka kembangkan di pergerakannya masing-masing telah berbuah pada banyak sekali perubahan di dunia ini. Kita bisa juga membandingkan keadaan yang terjadi di negara kita dengan apa yang terjadi di negara lain sebagai best practice yang dapat kita adaptasikan di kampus masing-masing. Ingat, bahwa fiqh siyasi akan sangat bergantung pada situasi dan lokasi, sehingga akan sangat bijak bila kita bisa melihat dari berbagai perspektif yang ada.

Pergerakan siyasi di zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin juga sangat menarik untuk didalami, bagaimana Rasul melakukan diplomasi, kenapa Perjanjian Hudaibiyah di sepakati, bagaimana Kota Mekkah bisa dikuasai dengan strategi yang sangat indah, atau tentang bagaimana ekspansi yang Islam lakukan hingga pada akhirnya mampu menguasai 2/3 daratan Asia-Eropa-Afrika. Semua itu dilakukan dengan berbagai strategi dan siasat yang sangat handal.

Dengan memahami fiqh siyasi dan kisah-kisah yang pernah terjadi di masa silam, seorang kader dakwah diharapkan nantinya mampu memiliki kapasitas pemahaman yang mendalam mengenai dakwah siyasi. Pemahaman ini akan menanamkan nilai-nilai yang akan di perjuangkan dalam dakwah siyasi di kampus.

Keteladanan Sosial
Salah satu profil yang perlu di miliki oleh seorang kader siyasi adalah keteladanan sosial. Keteladanan ini dapat diartikan juga sebagai pengaruh yang ia dapat tebar atas kapasitas dirinya. Seorang yang memiliki keteladanan sosial akan semakin efektif bila menjadi seorang pemimpin. Kita mencoba menyiapkan kader siyasi kedepan, bukan hanya dengan pemahaman akan fiqh saja, atau hal yang berkaitan dengan kapasitas ruhiyah, melainkan juga seorang kader yang dapat memberikan pengaruh besar kepada sekelilingnya.

Keteladanan sosial ini sangat berkaitan dengan kemampuan dirinya untuk menjadi seorang teladan ekstrem (keteladanan di segala aspek) yang nantinya mampu memberikan pengaruh bagi rekan-rekannya. Dengan keteladanan dan pengaruh sosial, seorang kader nantinya diharapkan mampu menyebarkan narasi, gagasan serta ide mereka ke rekan-rekan sesama mahasiswa dengan cara yang tidak memaksa.

Politik elegan, istilah ini sangat cocok untuk diterapkan oleh para aktivis dakwah. Kita harus menunjukkan bahwa “perperangan” politik yang kita bangun bukan dengan cara kotor, mengotori atau bahkan destruktif. Kita perlu menunjukkan kepada masyarakat luas, bahwa Politik dalam Islam sungguh sangat indah dan beretika. Hal inilah yang perlu dipahami dan dikembangkan oleh para kader dakwah di siyasi. Permainan politik yang bersih, dan elegan akan melahirkan keteladanan sosial yang efektif pula. Saat itulah kita sebagai kader dakwah dapat menyebarkan nilai Islam dengan baik di lingkungan kampus.

Kapasitas Intrapersonal
Menjadi pribadi yang rendah hati, ramah dan terbuka. Tiga kata ini dapat mewakili kebutuhan intrapersonal kader dakwah siyasi di kampus. Selama ini –sejauh pengamatan saya-, cukup banyak kader dakwah siyasi yang tampak “sangar” dan “arogan”. Mungkin pribadi seperti itu tidak salah, tetapi alangkah baiknya bila tidak semuanya seperti itu. Perlu juga ada kader siyasi yang bisa diterima oleh semua kalangan dan dari berbagai latar belakang dan gaya hidup.

Perkembangan pola hidup mahasiswa yang semakin variatif dan cenderung meningkat secara kelas ekonomi membuat kader dakwah tidak bisa tampil apa adanya dan tanpa mempertimbangkan permintaan “pasar”. Permintaan “pasar” yang dimaksud adalah trend atau perspektif mahasiswa pada umumnya terhadap aktivis mahasiswa itu sendiri. Mereka membutuhkan profil aktivis yang ramah, terbuka dan mau mendengarkan serta kerjasama dengan semua pihak. Tidak bisa lagi konsep “hanya satu golongan” atau “kehendak golongan saya harus dipenuhi”, dan bukan zamannya lagi kita menilai rendah kelompok lain.

Ini momennya kolaborasi dan kerjasama, momen dimana pribadi yang mampu diterima oleh banyak pihak menjadi ujung tombak dakwah. Saya bukan mengajak untuk menjadi kader dakwah yang “lembek”, tetapi saya menekankan poinnya adalah menjadi pribadi yang diterima oleh semua kalangan. Dalam menyampaikan gagasan kita perlu rendah hati, tidak perlu dengan kesombongan atau intonasi tinggi, cukup perkuat dengan data dan fakta pendukung agar gagasan kita bernilai dan dapat mempengaruhi. Bila bertemu dan menyapa sesama mahasiswa, berikan senyuman dan sapaan terbaik. Buang segala perspektif yang dapat merusak hubungan antar pribadi. Serta dalam menerima masukan,aspirasi, dan kesempatan kerjasama dengan terbuka.

Kapasitas intrapersonal yang baik akan memudahkan seorang kader juga untuk membuka dan mengembangkan jaringan ke berbagai jejaring yanga ada. Kapasitas sosial ini adalah modal yang sangat strategis yang perlu di miliki oleh kader dakwah. Kelihaian, kegesitan, dan kepiawaian yang mereka miliki akan membuat para kader siyasi ini mampu mengkapitalisasi jejaring mereka di dalam maupun di luar kampus.
Dinamis dan Mampu Membaca Situasi

Mampu membaca situasi yang berkembang serta dinamis menghadapi fluktuasi gerakan yang sangat cepat dan menuntut keputusan yang cepat dan tepat. Insting Siyasi, mungkin ini adalah semacam kedewasaan yang tertumbuh dari kematangan pengalaman berkiprah di wilayah ini. Seorang kader siyasi dituntut untuk mampu tegas dalam bersikap maupun diamnya, ia juga dituntut untuk mampu mengambil keputusan yang strategis dalam tekanan dan waktu yang terbatas.

Dalam aplikasi fiqh siyasi pun kedinamisan ini sangat mungkin terjadi, dimana seorang kader dakwah akan menghadapi situasi dimana pemahaman dia akan fiqh siyasi akan diuji. Kader siyasi akan menghadapi berbagi variasi permasalahan dalam dakwahnya, seperti konflik internal kampus, negosiasi dengan rektorat, menghadapi media massa, hingga ekskalasi gerakan mahasiswa. Kesemua itu perlu dipahami agar nantinya ia dapat menjalankan tanggung jawab yang diberikan dengan baik.

Membaca situasi artinya juga dituntut untuk memiliki ilmu atau pemahaman akan sesuatu dengan lebih baik dan komprehensif. Kader siyasi diharapkan memahami mengenai berbagai hal terkait siyasi kampus, dari pemahaman isu internal kampus seperti beasiswa, kaderisasi mahasiswa, aktualisasi mahasiswa, akademik dan juga eksternal kampus seperti jaringan tokoh dan pengusaha, gerakan mahasiswa, kondisi politik dan sosial kemasyarakatan. Pemahaman yang baik tentang kesemua isu ini akan mendorong kader siyasi untuk dapat lebih unggul ketimbang aktvis mahasiswa dari latar belakang lainnya.

*dikutip dari tulisan Kepala GAMAIS ITB 2007 sekaligus PresMa ITB 2008 (Ridwansyah Yusuf Achmad)

Posted on Friday, January 27, 2012 by Akhdan Mumtaz

No comments

Friday, January 20, 2012


Semua ini berawal ketika terlibat dalam sebuah agenda besar Fakultas ini yakni PPSMB Fakultas Teknik 2010 “Patriot”. Ketika disana bertemu kembali dengan sahabat-sahabat Keluarga Muslim Teknik dalam kepanitiaan itu setelah separuh perjalanan awal KMT bisa dibilang tidak ada keterlibatan saya disana. Sebuah pengalaman luar biasa yang melahirkan energi besar untuk bersama dengan sahabat-sahabat KMT. Hingga ruh kehadiran itu dilanjutkan dengan dilibatkan di kepanitian Qurban Teknik. Dan mungkin inilah awal mula kembalinya saya untuk hadir bersama sahabat-sahabat Keluarga Muslim Teknik. Dan tanpa terasa waktu itu bergulir sangat cepat. Dari Qurtek menuju Upgrading 1 hingga Muharram Fair dan akhirnya menutup KMT X3 di Muktamar untuk “dikorbankan” sebagai pimpinan sidang saat itu. Namun bukanlah itulah bagian penting dari tulisan ini, akan tetapi goresan hikmah & pembelajaran yang hadir setelah itu. Pembelajaran dari perjalanan amanah KMT X4


Pembelajaran pertama, Mencoba menghadirkan Allah dalam setiap keputusan kita adalah hal pertama yang mungkin menjadi pertimbangan ketika diamanahkan untuk berada di amanah kepengurusan KMT X4. Karena pertanyaan yang hadir pada diri ini adalah apakah mungkin seorang yang pada awalnya tidak “hadir” di lembaga ini diamanahkan sebagai pengurus. Dan yang lebih menjadi pertanyaan lagi ketika diamanahkan sebagai Biro Khusus Kaderisasi. Apakah kami sudah memenuhi kriteria seorang kader untuk mengampu peran itu karena sepertinya apabila ditolok ukur sangatlah kurang. Upgrading saja tidak pernah saya ikuti secara sempurna. Apalagi agenda-agenda yang membutuhkan kehadiran banyak anggota KMT. Dan bismillah... dengan dikuatkan bahwa peran ini adalah peran bersama serta dijalankan dalam sebuah tim (bagi saya lebih tepatnya keluarga) akhirnya amanah tersebut diterima. Amanah sebagai Biro Khusus Kaderisasi KMT X4.

Dan titik awal untuk meluruskan niat adalah hal yang mungkin selalu menjadi renungan selama perjalanan kepengurusan ini. Hingga itulah yang menjadi salah satu pertimbangan keputusan untuk berada di amanah kaderisasi. Pandangan saya waktu itu adalah peran ini (kaderisasi-read) adalah peran sebagai orang dibalik layar sehingga harusnya menjadi salah satu cara yang baik dalam hal menjaga niat. Meskipun ternyata dalam perjalanannya kami nyaris selalu merenungkan hal ini. Apalagi ketika tuntutan lapangan menyebabkan kami justru menjadi orang yang sering “tampil” didepan. Semoga Allah memelihara niat-niat kami hingga hari ini. Hal yang sama ketika rasa kecewa yang hadir, seolah kembali mengingatkan kami untuk harus bertanya apakah niatan kami dalam menjalankan amanah ini.

Pembelajaran selanjutnya adalah Kekeluargaan, suasana akan selalu coba untuk dihadirkan disetiap tempat yang saya berada. Mungkin karena hal itulah yang dirasakan saat berada di keluarga ini. Dari namanya saja "keluarga". Dan keluarga terkecil yang sudah menjadi keluarga kedua bahkan saya banggakan adalah keluarga Tim Kaderisasi (BKK-read).. Bukan begitu Tito, Naba, Lina, Umi ?(urutan hafalan nama setiap syuro dan sms ^^). Tim yang benar-benar mengenal karakter satu sama lain. Tim yang forganya baru terlaksana satu kali karena setiap syuronya ibarat jadi forga rutin. Tim yang syuronya mematahkan rekor waktu paling lama. Tim yang saat personilnya milad bikin cara yang aneh... dari skenario untuk sama-sama tidak diperdulikan, skenario sms bervariasi (runtutan, tematik, puisi, pantun, dll) sampai skenario bawa kue segala (Untuk yang terakhir ini saya adalah korbannya. Oya, lilin serta ucapannya masih tersimpan rapi sampai sekarang). Nah, itu apabila di tim kaderisasi ^^. Ketika bersama keluarga PH, saya sudah seperti bertemu keluarga besar yang memeberi banyak inspirasi. Banyak belajar, sering diingatkan, sering dinasehati, de el el. Luar biasa ketika bersama dengan keluarga besar ini.

Pembelajaran lain adalah Belajar untuk Memahami orang lain. Sebuah hal yang juga menjadi pembelajaran besar selama di amanah ini. Menyadari setiap orang memiliki kondisi yang berbeda-beda hingga tidak mungkin untuk disamakan, memahami bahwa ada pasti ada “sesuatu” dibalik seseorang, memahami cara pandang dan kecenderungan orang lain. Itula yang dipahami saat bersama dengan sahabat PH, saat bersama dengan BKK, dan saat bersama dengan adik-adik 2010. Banyak hal yang kadang ketika hanya bisa kita pahami tetapi sulit untuk dideskripsikan.

Pembelajaran-pembelajaran ini semakin diperkuat dengan memahami arti Memiliki sebuah kepekaan terhadap setiap perubahan. Untuk hal ini mungkin bisa jadi berbeda saat direfleksikan ke diri sendiri, dampak akut kaderisasi untuk memahami karakter. Ketika bisa dirasakan ada sesuatu yang terjadi pada orang lain (kok.. jadi tambah abstrak ya tulisannya).. Contoh, ketika jarang untuk bertemu di Mustek maka akan menimbulkan pertanyaan apa yang terjadi dengan adik-adik. Ketika melihat perubahan wajah tiba-tiba saat berjumpa, ketika melihat perubahan gerak gerik, dll. (benar-benar tambah abstrak...--?).

Sabar dan ikhlas ketika sedikit hadir kekecewaan. Kekecewaan yang utama mungkin kepada diri sendiri sebelum kepada orang lain. Kecewa yang bisa saja menjerumuskan ketika apa yang menurut kita baik belum tentu menjadi seperti itu pada realitas keadaan yang ada. Sehingga akhirnya dikembalikan kepada niat yang melatarbelakang faktor orientasi targetan. Dan pada kondisi tersebut hanyalah sabar & ikhlas yang harusnya kita hadirkan. Bersabar dan ikhlas..Bukan begitu sahabat?

Dan selanjutnya yang akan selalu menjadi pengingat diri dalam setiap amal, yakni Ilmu, landasan setiap gerak & tindakan. Bahwa setiap pedoman kita itu adalah ilmu bukan intuisi, bukan perasaan, bukan emosi sesaat, bahkan bukan pengalaman. Karena saya termasuk orang yang paling banyak belajar kepada pengalaman. Pengalaman bisa jadi refleksi gerak tapi tidak untuk menjadi landasan utama, lebih tepatnya sebagai pertimbangan. Dari ilmu yang ushul yakni Qur’an & Sunnah hingga dakwah bahkan umum. Dan memang haruslah setiap hal itu memiliki landasan ilmu.

Dan membuka sudut pandang lain, salah satu buah dari ilmu dan kebersamaan dengan sahabat KMT. Ketika sudut pandang semakin banyak bertambah, tidak hanya dari sudut satu "kotak" saja. Buah dari karakter kami yang berbeda-beda sehingga makin memperkaya. Hal yang sangat terasa ketika mengambil pertimbangan dengan sudut pandang untuk sahabat-sahabat PH. Terutama sahabat yang disayang Allah Reka Inovan, Fajli Mustafa, Robbani Alfan, Kuncoro ^^ (utk Kuncoro.. mantap dah pokoknya)..

Dan terakhir adalah Istiqomah, bagian tersulit dan semoga Allah menganugerahkan. Hal yang menjadi hal yang sangat terasa ketika berada diakhir amanah ini. Dan sungguh ini kembali dikembalikan kepada niat yang dihadirkan diawal. Dan wallahu a’lam.. Hanya Allah-lah yang membolak-balikin kecenderungan hati ini. Semoga senantiasa menjadi hamba-hamba-Nya yang diistiqomahkan..

Tulisan ini saya tutup dengan sebuah kutipan dari seorang guru
“Seonggok kemanusiaan terkapar, siapa yang mengaku bertanggung jawab? Bila semua menghindar. Biarlah saya yang menanggungnya. Semua atau sebagiannya.” (KH. Rahmat Abdulloh)

Terimakasih kepada sahabat-sahabat Pengurus Harian Keluarga Muslim Teknik X4 & terkhusus kepada rekan-rekan Biro Khusus Kaderisasi (Tito Rizal Prabowo, Nur Rochman Nabawi, Khoiriyati Kaulina Rahmaningrum, Umi Kulsum Maharani Priandini) untuk setiap hal yang menjadikan saya sebagai seorang pembelajar.

Posted on Friday, January 20, 2012 by Akhdan Mumtaz

No comments

Monday, January 16, 2012


Assalamu’alaikum wr. wb.
Kaifa halukum ya akhi wa ukhti?
Bagaimana kabarnya sahabat yang disayangi Allah?
Bagaimanakah kabar iman kita hari ini?
Bagaimanakah kondisi hati kita hari ini?

Semoga Allah senantiasa tetap memberikan ketetapan hati
untuk tetap berada dijalan ini,
Jalan yang panjang,
Jalan yang bisa jadi terjal, penuh rintangan,
hingga kita berdarah-darah
bahkan berlinangan air mata,
Jalan yang sungguh,
hanya Allah-lah yang mencondongkan hati ini
Ya muqolibal qulb

Jalan ini haruslah berlanjut

Dari generasi ini ke generasi selanjutnya
Meskipun jalan ini tetaplah akan berjalan
Dengan ada atau tidaknya kita

Sahabat,
Allahuakbar, Allah Maha Besar
Jalan ini tetaplah berjalan dengan ada tidaknya kita
Hanya saja akan berjalan seperti apa sahabat?
Tanpa salah satu kader mungkin jalan ini tak akan berhenti.
Namun jika kaderisasi ini tidak ada,
mungkin jalan ini akan mati

Dialog-dialog amanah ini akanlah menjadi pengingat kami,
A: Bagaimana kondisi adik ini?
B: Wallahu a’lam, beberapa hari yang lalu dia sakit. Ternyata juga ada sedikit masalah keluarga. Bahkan adik ini berencana untuk pindah dari kampus ini.
C: Na’uzubillah.
A: Sepertinya harus ada yang menjenguk ya adiknya. Hari ini bertepatan dengan miladnya juga kan. Semoga beliau dikuatkan
B & C : Insya Allah

A: Apa yang terjadi dengan adik ini?
B: Tidak apa-apa , hanya saja dia sudah menyatakan diri tidak akan bersama kita lagi
C: Ada apa gerangan?
B: Insya Allah dia menyatakan sudah sangat sesuai berada ditempat lain
A: Akan tetapi kita tetap harus menjaganya. Karena keluarga ini bukan dalam artian formal
C : Mungkin memang tempat tersebut lebih nyaman baginya.
A: Sungguh Allah-lah yang membolak balikan hati ini

A: Apa yang sesungguhnya kita lakukan selama ini?
B: Memangnya ada apa?
A: Coba lihat data-data itu..Bisa kita lihat kembali apa saja cita-cita mereka ketika berniat masuk ke lembaga ini
C: Astagfirullah
D: Seperti kita tidak berhasil menfasilitasi cita-cita mereka itu
E: (membaca)
Motivasi: Belajar agama Islam
Motivasi : Ingin lebih dekat dengan Islam
Motivasi : Mempelajari agama Islam
A, B, C, D, E: ......................

Sahabat,
sepanjang perjalanan amanah ini,
sekian hal tertuang dalam setiap hati-hati kita,
dalam setiap konsentrasi pikiran kita,

Kepada adik-adik 2010 & 2011,
Dari palung terdalam hati kami,
Bisa jadi akhir amanah ini jadi akhir kehidupan ini,
Akhir semua nikmat-nikmat ini
Dengan setiap kesalahan kami,
Ayuk...sama-sama memaafkan segala kekhilafan,
atas segala persangkaan yang salah
dan muncul pada diri kami
atas segala perkataan khilaf tersembunyi
yang ada pada diri kami
sungguh setiap perhatian kami
dengan mengharap ridho Allah senantiasa tertuju kepada adik-adik
Bukan karena apa-apa,
karen selalu ada senantiasa kekhawatiran kami sebagai kepada adik-adik,

Dan memang amanah ini bukan amanah yang selesai 1 tahun,
Bukan amanah yang akan bisa dipertanggungjawabkan hanya dalam waktu yang singkat itu,
Justru pertanggungjawaban terbesar kami ketika bertemu dengan-Nya,
Kebahagiaan kami bukanlah ketika melihat adik-adik,
Menjadi pengurus, menjadi ketua bidang, menjadi sekretaris bidang,
Bahkan menjadi ketua lembaga...

Akan tetapi,
Ketika adik-adik menjadi orang terbaik dari diri adik-adik,
Dan ketika diri terbaik itu,
salah satunya karena tetesan kecil
yang bisa kami tinggalkan disetiap motivasi & niat adik-adik
tentunya dengan perantara dan kasih sayang Allah

Dan pada akhirnya,
Semoga setiap hal ini menjadi bagian
Yang bisa sedikit menjadi pemberat
Timbangan pahala kami
Dan semoga kita bersama-sama dipertemukan Allah
di syurga-Nya kelak
sebaik-baik tempat reuni & perjumpaan



Yogyakarta, 15 Desember 2011




Surat seseorang yang terjebak di amanah kaderisasi


----Fastaqim, Lillah, Fillah, Billah, Fi Ridhallah----

Posted on Monday, January 16, 2012 by Akhdan Mumtaz

No comments

Thursday, January 12, 2012


Sejenak menilik bagian dari perjalanan hidup Rasulullah saw dalam risalah dakwahnya saat di fase awal Makkah. Sedikit cerminan diri bagi kita untuk melandaskan kembali niat kita dalam setiap amal hanya karena Allah swt.

Ketika Rasulullah dan sahabat akhirnya keluar dari persembunyian mereka saat dikucilkan kaum Quraisy. Dan kegembiraan terpancar dari wajah mereka saat terbebas dari penjara ini. Akan tetapi, mengapa mereka gembira? Bukan karena seolah terbebas dari beban berat dunia ini. Namun justru kegembiaraan mereka hadir karena mereka akan bisa menyiarkan agama Islam ini yang tidak bisa mereka lakukan selama 3 tahun kecuali hanya pada musim Haji. Mereka keluar dalam keadaan lapar, bukan lapar karena makanan tapi lapar untuk berdakwah. Sehingga pertanyaan mereka bukanlah tentang makanan, minuman, pakaian, dll yang selama ini tidak mereka rasakan. Akan tetapi, pertanyaan mereka adalah tentang penyebaran agama ini. Kata mereka, “Rasulullah, bawa kami menyiarkan agama Allah”.


Dan yang sangat bersemangat tentunya Rasulullah saw untuk segera mensyiarkan Islam. Namun, Allah ternyata masih berkehendak untuk memberikan ujian kepada beliau. Ketika orang yang selalu melindungi beliau, sang paman Abu Thalib harus meninggalkan beliau menuju panggilan Allah swt. Sebuah duka yang luar biasa untuk beliau jalani. Bahkan tidak berapa lama setelah itu, sang istri tercinta pun Siti Khadijah juga memenuhi panggilan Allah swt. Sungguh menjadi sebuah kehilangan dari segi fisik dan ma’nawi. Sehingga wajarlah ketika tahun itu dikenal sebagai tahun kesedihan (‘aamul-huzni). Tahun kesedihan karena ujian yang beliau hadapi tidak hanya berhenti dengan kepergian dua sosok tersebut. Ketika berbagai intimidasi yang beliau jalani justru semakin besar setelah kepergian mereka. Bahkan Rasulullah menyinggung ini dengan ucapan, “Quraisy tidak pernah menyentuhku dengan sesuatu yang tidak aku sukai hingga Abu Thalib meninggal”.

Perjalanan dakwah pun tetaplah harus berlanjut dengan ketegaran Rasulullah saw. Ketika pada bulan Syawal tahun 10 kenabian beliau berkehendak untuk pergi ke Thaif. Dalam perjalanan ini beliau ditemani oleh Zaid bin Haritsah dengan berjalan kaki. Setiap kali berjumpa dengan suatu kabilah, beliau akan menyeru kepada Islam. Tapi tak satu pun yang memenuhi seruan beliau. Hingga akhirnya menuju Thaif dengan harapan mendapat sambutan yang baik. Ketika beliau menemui tiga orang bersaudara sebagai pemimpinnya yakni Abu Yalil, Mas’ud, dan Habib. Dan dalam majelis merka, Rasulullah menyeru mereka kepada agama Allah. Akan tetapi, salah satu mereka menjawab, “Dia merobek kain Ka’bah jika Allah benar-benar mengutusmu. Yang lain berkata, “Apakah Allah tidak menemukan orang lain selain engkau?”. Sedangkan yang ketiga berkata, “Demi Allah, aku tidak akan pernah berbicara denganmu. Jika kamu seorang Rasul, kamu terlalu berbahaya untuk diajak berbicara. Tapi jika kamu berdusta atas nama Allah, aku tidak pantas berbicara denganmu”.

Dan Rasulullah pun akhirnya meninggalkan mereka. Sangat jelas dari ucapan mereka bahwa itu merupakan penghinaan terhadap Rasulullah. Namun beliau tetap berdiam di Thaif selama 10 hari tanpa ada satu pun dari pemimpin-pemimpin mereka yang tidak beliau datangi dan beliau seru. Hingga pada akhirnya mereka berkata”Pergilah dari negeri kami!!”

Pengusiran itu tidak berhenti sampai disitu karena sesungguhnya mereka telah memprovokasi masyarakat. Ketika para hamba sahaya dan orang-orang bodoh mengikuti Rasulullah dari belakang untuk mencaci maki, meneriaki hingga beliau dikelilingi banyak orang. Dan melempari beliau dengan batu sambil mencaci maki dalam kondisi dua baris. Merajam tumit, kami hingga kedua sandal beliau berlumuran darah. Dan ketika beliau mengangkat kaki, mereka melempar kaki yang lain sehingga beliau tidak bisa berjalan kecuali dengan sangat sulit. Sementara Zaid bin Haritsah melindungi dengan tubuhnya hingga keningnya terluka. Beliau terus dikejar hingga beliau masuk sebauh kebun milih Utbah bin Rabi’ah dan Syaibah bin Rabi’ah hingga akhirnya belaiau ditinggalkan.

Dalam keadaan duduk dikebun itu, beliau pun berdo’a. Do’a betapa hati beliau sangat sedih akibat perlakuan kasar yang diterima. Betapa kaum itu ternyata lebih hina dari yang beliau bayangkan. Dengan air mata membasahi jenggot, beliau pun berdoa,
“Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, ketidakberdayaanku, dan kerendahanku dimata manusia. Wahai Tuhan yang Maha Penyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah. Engkaulah Tuhanku. Kepada siapa Engkau serahkan daku? Kepada orang jauh yang menganiaya aku? Ataukah kepada orang-orang yang dekat yang Engkau biarkan dia menguasaiku? Selama Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli. Akan tetapi, Maaf-Mu lebih luas untukku. Aku berlindung dengan cahaya wajah-Mu yang menerangi kegelapan dan memperbaiki urusan dunia dan akhirat; jangan Engkau timpakan murka-Mu kepadaku. Kepada-Mu aku kembali hingga Engkau ridha; dan tiada daya dan upaya kecuali dengan bantuan-Mu”

Betapa besar keluasan hati Rasulullah saw dalam kondisi ini. Dan mungkin inilah yang sering terlupa pada diri kita hari ini. Ketika sedikit saja masalah menghampiri kita, kita sudah seolah menjadi orang paling malang didunia ini. Merasa diri kita menjadi orang yang paling banyak bebannya dalam hidup ini. Merasa diri sangatlah tidak sanggup untuk menanggungnya. Padahal Allah tidak pernah memberikan sesuatu kepada hamba-Nya sesuatu yang berada diluar kesanggupan kita.

Dan bukankah ragam ujian itu adalah hamparan anugrah. Anugrah untuk semakin dekat
dengan-Nya. Anugerah untuk membuat kita semakin mengenal-Nya agar sadar betapa agung sifat-sifatnya. Yang dapat kita lakukan adalah menikmati ragam ragam ujian itu untuk warna warni anugrah pujian. Sehingga jangan sekali-kali merasa Allah tidak menyayangi kita. Marilah berhenti untuk mempertanyakan, berhenti untuk memikirkan. Bangun untuk kesadaran, dengan berzikir dan sungguh Ya Allah, Aku Hanya Mengadu Kepadamu. (Idzkhir al Mu’adz)
Disarikan dari buku :
- Saat Mengharukan dalam Kehidupan Nabi & Sahabat karangan M. Mahir Al Buhairi
- Al-Hikam Untaian Hikmah Ibnu ‘Athailah

Posted on Thursday, January 12, 2012 by Akhdan Mumtaz

No comments